Berjam-jam Yoyon merasakan
kenikmatan dari pelayanan di kamarnya yang nyaman dan super canggih itu hingga
saat dia tertidur nyenyak di Kasur yang empuk dan siap menangkapnya.
Di tempat lain para pasukan yang
tadi membawa Yoyon sedang berbincang-bincang di tempat makan. “Kembali ke
pertanyaanku sebelumnya Nina, orang asing itu harus kita apakan?” tanya Evan
tak sabar.
“Kau pemimpinnya Evan, bukankah
kau lebih berhak menentukannya?”
“Ya memang benar, tapi aku tidak
secerdas kau dalam hal ini Nina. Ayolah, keluarkan semua yang ada dalam
pikiranmu saat ini,”
“Baik … baik, jelas kita harus
menunggu perintah selanjutnya dari Komandan. Apalagi tadi beliau mengajak orang
itu untuk ikut menjadi pasukan seperti kita,”
“Aku penasaran, apa mungkin dia
akan berguna bagi pasukan Arthaya ini?” tanya Bruto.
“Melihat dari tingkahnya dan
keluguannya, aku yakin ia akan cepat tewas di medan perang haha ….” Evan
tertawa.
Perbincangan mereka berakhir dan
masing-masing kembali ke ruangannya untuk beristirahat, namun Nina tidak
langsung kembali ke kamarnya melainkan pergi menjenguk Yoyon. Nina mengetuk
beberapa kali, tapi tidak ada jawaban. Mungkin Yoyon sedang tidur pikirnya.
Akhirnya Nina membuka pintunya dengan kartu identitasnya yang merupakan
otoritasnya selaku prajurit yang mengawasi Yoyon. Pintu pun terbuka dan Nina
melihat Yoyon masih lelap tertidur di atas Kasur canggih nan empuk itu.
“Kasur, bangunkan dia,” Nina
memberi perintah.
Kasur itu segera merespon dengan
menggetarkan dirinya agar tubuh Yoyon ikut merasakan getarannya, tapi hal itu
masih belum cukup membuat Yoyon bangun hingga cipratan air membuatnya terkejut
dan segera membuka matanya. Ketika Yoyon membuka mata, ia melihat seseorang
dengan wajah yang familiar tengah menodongkan gelas ke arahnya. “Kau susah sekali
dibangunkan, pasti kau tukang tidur kan di duniamu sebelumnya?”
Yoyon hanya bisa manggut-manggut
ketika Nina berbicara kepadanya karena dia masih belum sadar sepenuhnya dari
tidur nyenyaknya. “Aku ingin meminta maaf padamu,” Nina berkata pelan.
“Eh? Untuk apa Nona?” tanya Yoyon
tak mengerti.
“Yang pertama karena sudah
membangunkanmu saat kau sedang tidur nyenyak, lalu yang kedua untuk
teman-temanku yang mungkin sudah mengejekmu saat kau pertama kali datang
kesini,”
Yoyon masih tidak mengerti dengan
ucapannya tapi hatinya tidak dapat dibohongi soal tidur yang diganggu tadi.
Akhirnya Yoyon menerima permintaan maaf Nina, dan Nina mohon diri untuk kembali
ke ruangannya. Sebelum Nina meninggalkan pintu, dia berhenti sebentar untuk
memberi tahu Yoyon satu hal kecil.
“Ngomong-ngomong, kau tidak perlu
memanggilku Nona. Panggil saja Nina, oke?” Nina berlalu pergi.
Yoyon tanpa pikir Panjang segera merebahkan
kembali dirinya untuk merasakan empuknya Kasur yang ada diatasnya.
**
Kembali pada Larman dan Arwan,
mereka bergantian saat tidur dan berjaga saat malam agar siap ketika
sewaktu-waktu diserang oleh monster hutan. Ketika berjaga mereka menyebarkan
Aura ke sekitarannya dengan jarak yang luas, itu berfungsi sebagai radar dalam
mendeteksi pergerakan makhluk hidup di sekitarnya. Hal penting yang diajarkan
oleh Master mereka.
Pagi akhirnya datang, hari kedua
latihan telah tiba, mereka harus segera melanjutkan perjalanan secepat mungkin
agar bisa sampai tepat waktu ke pendopo yang dimaksud oleh Master mereka.
Setelah selesai berkemas keduanya segera melesat pergi menuju ke arah ujung
hutan, kali ini tanpa gangguan yang berarti karena para monster itu telah
ketakutan lebih dulu melihat mereka berdua.
“Heh, sepertinya kita sudah
disegani dalam hutan ini Man,” ucap Arwan dengan bangga.
“Apa benar ya? Tapi kami sebenarnya tidak ada niatan jahat pada mereka.
Kenapa mereka seperti ketakutan begitu seperti melihat hantu saja,” gumam
Larman.
Batas antara hutan dan lembah
dihadapan mereka semakin terlihat, pada saat ini, mereka hanya perlu melewatinya
dan masuk ke lembah yang merupakan tempat latihan selanjutnya. Tapi saat mereka
sudah hampir sampai Larman dan Arwan merasakan sesuatu yang besar sedang
mendekat di hadapannya.
Bruakk!!
Seekor monster besar baru saja menghadang
jalan mereka menuju lembah. Bentuknya bagaikan pohon besar dengan ranting yang
sangat Panjang sebagai tangan sekaligus kakinya dan kepalanya seperti dipahat membentuk
wajah manusia dengan dikelilingi kulit-kulit pohon yang terlihat kuat.
Mereka terkejut, ketika melihat
makhluk itu secara tiba-tiba menghadang, tidak mungkin untuk mundur. Maju atau
gagal, hanya itu pilihan Larman dan Arwan saat ini. “Mungkin ini ujian terakhir
dari hutan Wan, ayo kita lewati.” ajak Larman yang sedari tadi mempersiapkan
kuda-kuda untuk bertarung.
Ranting dari tangan monster itu
segera menuju mereka yang segera dihindari dengan lompatan tinggi keduanya.
Larman menaiki dan segera menuju wajah monster dengan kecepatan tinggi,
sementara itu Arwan berhadapan dengan ranting raksasa di sisi lain yang terus
menjalar maju dan menyerang dengan cepat. “Rantingnya
banyak sekali, kalau begini terus kami bisa terlilit.” gumam Arwan yang
sedari tadi bertarung.
Larman semakin dekat dengan wajah
monster itu dan saat ia akan menyerang sang monster membuka mulutnya
lebar-lebar memuntahkan ribuan jarum-jarum kayu. Dengan cepat dan refleks yang
sigap Larman menghindar dari jalur serangan sang monster. Namun Larman sedang
dalam posisi tidak menguntungkan saat ini karena berada di udara. Ranting besar
baru saja mengenai tubuh Larman dan menghempasnya jatuh ke tanah, belum selesai
ranting lain dan jarum-jarum kayu segera menghujam ke arah Larman.
Namun Arwan dengan cepat
menyelamatkan temannya itu dari serbuan tadi dan membawanya jauh dari jangkauan
sang monster. Luka Larman tidak terlalu parah karena tadi ia melapisi Aura pada
tubuhnya sebagai pelindung fisik dan non fisik dari segala serangan. “Kita
tidak bisa terus begini menghadapi makhluk itu Man, kita butuh strategi …
rantingnya punya jangkauan sangat luas dan Panjang, belum lagi jarum kayu itu
sangat cepat,” ujar Arwan.
“Kau benar Wan, aku yakin monster itu adalah penjaga hutan ini. Tapi bagaimana caranya kita melawannya? Apa mau menggunakan ‘itu’?” tanya Larman.
Mereka masih berbincang mengenai
monster hutan itu, sang monster menatap mereka dengan serius, mulutnya terbuka
dan secara mengejutkan dia bicara. “Pertama-tama kuucapkan selamat pada kalian yang
sampai akhir hutan ini, aku akan menjadi ujian kelulusan kalian di hutan ini. Lewati
saja aku dan kalian lulus,”
Mereka tercengang, tidak disangka
makhluk besar itu dapat berbicara dengan bahasa manusia pula, sebenarnya apa
makhluk satu ini? Dengan keberaniannya Arwan bertanya, “Jika kami boleh tahu,
siapa kau wahai monster raksasa?”
“Agak kasar jika sebutan monster diberikan padaku anak muda, aku sama dengan dewa di sini. Menjaga dan memelihara, menumbuhkan dan juga memangkas, keseimbangan ada padauk. Aku abadi dan tidak boleh mati, sudah sejak lama sejak para ksatria Arias mengasah dirinya di tempat ini,” jawab sang dewa hutan itu.
3 Komentar
Modern banget yah tedd kasur aja bisa gerak sendiri hehe
BalasHapusMemang beda Dunianya ini Mas Fahrul😄
HapusIya Bang, Futuristik Banget kan?😅
HapusSeperti Doraemon