Dahulu kala ketika Arias masih berupa hutan, lembah dan sungai yang mengelilinginya hewan dan monster tinggal di sana dengan aman dan damai. Sang dewa Aura memilih pohon tertua, terbesar dan tertinggi yang ada di hutan untuk melindungi hutan, batu untuk melindungi lembah dan dan makhluk air untuk melindungi sungai di sana. 

Yang melindungi hutan diberi nama Telaf, penjaga Lembah adalah Tubas dan yang menjaga sungai adalah Matju. Tubas adalah batu yang menyerupai monster berkaki empat yang tinggi dan besar dan Matju adalah monster air menyerupai buaya dengan ukuran raksasa. Mereka yang dipilih dewa Aura untuk melindungi ketiga tempat itu. 

Lama kelamaan manusia mendatangi tempat itu untuk berlatih dan menguji kekuatan, mereka bertarung dan berhasil melewati ujian dari ketiga dewa Arias itu. Untuk menghormati tempat itu, para kesatria membangun kota di dekat Arias agar bersama-sama membantu menjaga tempat itu dari orang-orang jahat yang suka merusak. 

“Itulah sedikit kisah tentang asal usul Arias yang perlu kalian ketahui,” Telaf menutup ceritanya. 

Larman dan Arwan tertegun cukup lama, kini mereka merasa terhormat berada di tempat ini bersama dewa yang ada di hadapan mereka. Mereka hanya perlu melewati Telaf, maka mereka lulus dari hutan. Arwan memegang pundak Larman dan membisikkan sesuatu. 

“Oh … rupanya itu rencana kalian ya?” ucap Telaf lembut.

Sontak Arwan terkejut mengetahui Telaf bisa mendengar bisikkan yang ia lakukan pada Larman. “Bagaimana kau bisa tahu apa yang kubicarakan tadi?” tanya Arwan.

“Haha, kau belum tahu ya? Alam di hutan ini adalah wilayah beserta kekuasaanku Nak. Aku bisa mendengar suaramu dari rumput yang ada di bawah kaki kalian, karena mereka semua terhubung denganku.” Ucap Telaf sambil menunjuk mereka. 

“Oke, kurasa tidak ada gunanya merahasiakan sesuatu darinya Man. Lebih baik kita berusaha melewatinya sebelum tengah hari, bagaimana?” Arwan memberi usulan.

Larman berdiri, bersiap dengan kuda-kudanya dengan percaya diri menyetujui usulan sahabatnya itu. Dengan cepat mereka berdua berpencar berusaha menuju sisi lain dari Telaf, Arwan ke arah kiri sedangkan Larman ke sisi kanan. Ranting-ranting raksasa menjalar cepat ke arah mereka, membuat mereka harus menghindar dengan segala cara agar tidak terkena ranting tajam itu. 

Larman dan Arwan mengeluarkan sebilah pisau yang mereka bawa sebagai bekal latihan dan menggunakannya untuk memotong ranting yang datang ke arahnya. Tidak cukup sampai di sana, Telaf mulai berusaha maju mendekati Arwan yang sedang bertahan dari serangannya. Serangan duri kayu dilancarkan oleh Telaf, terlihat Arwan kesulitan mengimbangi kedua serangan itu dan menerima luka di sekujur tubuhnya, “Aahh ….” Larman segera datang menolong, namun ranting-ranting itu menghalangi.

Dari kejauhan Larman melihat Arwan terlempar jauh karena pukulan dari Telaf, “Arwaaan …!” dengan cepat Larman menyadari bahwa Telaf tidak main-main pada ujian ini, mereka tidak akan dapat lewat tanpa menjatuhkan monster raksasa itu. Tidak ada pilihan lain, Larman sadar ia harus segera melakukan sesuatu di saat yang genting ini. 

Saat Larman berpikir, pandangan Telaf mulai beralih padanya dan bersiap menyerang kembali dengan rantingnya yang lebat dan tajam. Larman mengobarkan auranya dengan marah dan mulai membalas serangan Telaf. 

“Rasakan ini, [Aura : Pukulan Berapi Menyakitkan]” pukulan Larman membuat dampak kerusakan yang besar pada ranting itu, membuat Telaf mundur beberapa langkah dari tempatnya berdiri. “Tidak kusangka, kau sudah bisa menciptakan jurus pamungkasmu anak muda.” ujar Telaf yang mulai meregenerasi tangan raintingnya yang rusak karena pukulan Larman. 

Kini pertarungan semakin sengit, kelincahan dan kekuatan Larman telah meningkat karena aura yang diaktifkannya, ia terus bertahan sambil menyerang Telaf untuk memberikan waktu pada Arwan agar bisa memulihkan diri sementara Telaf fokus padanya. 

“Luar biasa, sudah lama tidak ada kesatria yang berbakat melatih dirinya di hutan ini, sekarang aku bisa merasakan hal itu lagi denganmu,” Telaf memuji Larman yang dengan cekatan menepis serangan dan menyerang dirinya tanpa henti.

Telaf mengapit dua lengan rantingnya agar dapat menangkap Larman dari kedua sisi, Larman dengan cepat merespon serangan itu dengan berputar secara horizontal, “[Aura : Putaran Energi]” serangan itu langsung membuat kedua lengan ranting yang, mendekati Larman hancur. Membuat guratan senyum di wajah Telaf.
“Menarik, menarik sekali haha, tidak salah kau datang ke tempat ini. Akan kutempa dirimu!” kali ini serangan Telaf lebih menjadi lebih agresif dan brutal, rantingnya semakin banyak menjalar ke arah Larman. Telaf mengambil dahan kayu raksasa yang ada di sekitarnya dan membentuknya menjadi pedang kayu keras. Telaf bermaksud menguras stamina Larman sebelum menjatuhkannya.

Di sisi lain, Arwan mulai tersadar setelah pingsan beberapa saat akibat serangan tadi, tubuhnya masih terasa sakit namun ia bisa tetap bertarung. Dilihatnya kemampuan Larman telah berkembang berkat latihan kerasnya selama ini, ia pun tak mau kalah. Arwan mengobarkan aura miliknya dan dengan cepat melesat masuk ke dalam medan pertarungan. 

Larman hampir dikepung dengan ranting yang banyak mengelilingi sebelum Arwan datang dan memotong semua ranting itu dan berdiri di depan membelakangi Larman. “Jangan lupa, aku ada di sini!” Arwan menggertak Telaf, guratan senyum kembali menghiasi wajahnya. 

“Perubahan aturan,” kata Telaf.
“Apa maksudmu?” tanya Larman yang masih kelelahan.
“Awalnya aku ingin kalian melewati kami satu persatu, tapi melihat kemampuan kalian saat ini … rasanya sangat disayangkan jika tidak dimaksimalkan.” Ujar Telaf sembari mengangkat kedua tangannya. “Tubas … Matju, kemarilah!” panggilnya. 

Tanah yang mereka pijaki bergetar seketika seakan ada gempa bumi yang terjadi. Larman dan Arwan bingung dan tidak tahu harus melakukan apa, dari kejauhan ia melihat kedua makhluk raksasa berlarian ke arahnya. Mungkin itu adalah kedua dewa yang lain pikir mereka. Hingga kedua monster itu berada di kedua sisi Telaf. 

“Inilah dua temanku di tempat ini, Tubas dan Matju. Kalian beruntung dapat bertemu mereka secepat ini.” ujar Telaf memperkenalkan.

“Oh … ini rupanya kesatria baru itu?” Tubas memulai obrolan.
“Mereka cukup kecil, tapi bagaimana kemampuannya Telaf?” Matju menanggapi.
“Aku sudah mengujinya, jika dilihat dari gerakan dan beberapa Teknik yang mereka gunakan … kurasa mereka murid Alwendi,” jawab Telaf. “Apa itu benar?”

“Iya, itu Master kami. Apa dia dulu juga berlatih di sini?” tanya Larman.
“Tentu saja, siapapun yang menjadi ahli pengguna Aura harus lulus ujian di ketiga tempat ini,” jawab Matju.

Larman dan Arwan semakin kagum pada sosok gurunya itu, kini mereka paham dan semakin yakin dengan latihan yang tengah mereka jalani. Tapi mereka masih tidak tahu apa maksud dari dewa Telaf itu memanggil kedua temannya. Apa mereka harus bertarung habis-habisan agar bisa lulus?