“Apa mungkin kotak ini menyimpan sesuatu yang diinginkan para monster itu ya?” tanya Arwan.

 

Arwan dan Larman masih terpaku dan memikirkannya, tangan Arwan mencoba menyentuh kotak berwarna biru, “Jangan Wan, ingat kata Master. Apapun yang terjadi kita tidak boleh membukanya.” cegah Larman sedikit menepis tangan Arwan.

 

Hari sudah gelap, pertarungan itu membuat mereka kelelahan hingga tanpa sadar sudah berada pada waktu senja menjelang malam. Mereka harus berkemah tidak jauh dari tempat mereka bertarung, Arwan mengumpulkan kayu bakar di sekitar sedangkan Larman membangun tenda dan meyiapkan beberapa bekal yang mereka bawa.

 

Api unggun dinyalakan, mereka makan dengan tenang tapi tetap waspada karena bagaimanapun mereka masih berada di tengah hutan. Sambil makan malam Larman memulai obrolan.

 

“Wan, menurutmu … apa kita bisa sekuat Suhndi ya?”

“Tentu saja, dia juga sama seperti kita kan dulunya. Pasti itu karena usahanya untuk sesuatu, aku yakin kita pasti bisa Man.” jawab Arwan sembari membusungkan dadanya.

“Mudah sih dikatakan, tapi kalau menurut firasatku, dia itu sudah jadi monster.”

 

Suasana hening sesaat, mereka berdua merenung. “Kalau suatu saat nanti kita berhadapan dengannya, dan tidak ada pilihan lain selain membunuhnya, apa kau setuju?” Larman bertanya dengan wajah serius. Arwan tidak langsung menjawab, kepalanya menunduk. “Kalau memang itu pilihan terbaik, aku akan menghentikannya sebelum itu terjadi, jika bisa tentu aku tidak ingin membunuh sahabat kita itu ….”

 

***

 

Alwendi sedang berjalan-jalan ditengah kota Arias, mencoba mencari temannya Tiarod yang sejak pagi tadi tidak muncul. Dalam pencariannya tiba-tiba ada seseorang menepuk bahu kanannya, dengan refleks ia menoleh dan ternyata itu Tiarod dengan wajah yang tersenyum kecil. “Mencari aku? Rindu ya? Hehehe ….”

 

Mereka kembali berjalan-jalan dan mampir ke sebuah warung makan di pinggiran jalan, “Pesan apa yang kau mau Wen, aku yang traktir hari ini.” ujar Tiarod mempersilakan. Sebenarnya Alwendi agak heran dengan sikap Tiarod hari ini karena tidak biasanya ia menghilang seharian penuh, apalagi Tiarod juga sudah berjanji untuk membantu pelatihan kedua muridnya itu.

 

“Kemana saja kau seharian ini.” tanya Alwendi sebelum menenggak minuman.

“Oh … tidak ada, aku pergi membantu hal-hal kecil demi terciptanya perubahan kota ini,” jawab Tiarod dengan santai.

 

Alwendi tidak melanjutkan pertanyaannya, ia percaya saja saat ini. Tentu itu tidak terlalu penting untuk pertemanan mereka. “Jadi, bagaimana latihan mereka? Lancar saja kan?” tanya Tiarod.

 

“Iya, mereka melakukannya dengan baik dan cepat. Walau nanti mereka akan berhadapan dengan sesuatu yang besar,” jawab Alwendi.

 

Tiarod menerka-nerka, apa yang dimaksud Alwendi dengan sesuatu yang besar itu. Tapi malam ini mereka hanya mencoba melupakan semua kekakuan yang ada sejak tadi dan memulai obrolan santai seperti biasanya.

 

**

[Kembali Ke Hari Kemarin]

 

Semua interogasi telah dilakukan dengan sempurna oleh orang itu dan semua informasi beserta data diri yang diucapkan benar adanya. Yoyon terus merasa takjub sekaligus tak percaya selama interogasi hingga sebuah pertanyaan memecahkan kekagumannya.

 

“Bagaimana jika kau menjadi salah satu dari kami?” orang itu berdiri menuju Yoyon yang masih diborgol.

“Mm … maksudnya, aku jadi pasukan kah?”

“Iya benar, daripada menjadi tahanan di kota super canggih dan futuristik ini lebih baik kau ikut berjuang. Lagipula tujuanmu kesini juga untuk mencari kedua temanmu itu kan? Larman dan Arwan … apakah itu benar?”

 

Yoyon tidak langsung menjawab, ia menundukkan kepalanya berpikir sejenak, walau itu tidak ada gunanya karena sama saja dia tidak punya pilihan selain bergabung dengan mereka daripada menjadi tahanan atau malah kemungkinan yang lebih parahnya yaitu dibunuh oleh mereka.

“Baiklah, aku akan ikut menjadi pasukan di Arthaya ini.” ucap Yoyon seiring menaikkan kepalanya pada orang itu.

“Bagus, kau akan menjadi sesuatu yang bagus untuk kami Yoyon.” orang itu meletakkan tangannya di bahu Yoyon dengan senyuman hangat.

 

Orang itu lalu memerintahkan pasukan yang sedari tadi bersama Yoyon untuk membawanya istirahat di ruangan yang disediakan. Seorang ajudan yang ada di ruangan itu mulai bicara, “Maaf Komandan Barlok, jika saya boleh tahu. Kenapa anda berharap banyak pada anak itu? Sedangkan anda baru saja bertemu dengannya hari ini,”

 

“Professor, kemarilah,” panggil Barlok.

“Baik Komandan.” Professor itu datang dengan membawa sesuatu di tangannya.

“Inilah sebabnya aku ingin menggunakan dia.” jawab Barlok sembari mengambil sesuatu yang dibawa oleh sang Professor.

 

Benda itu merupakan sebuah chip transparan berukuran sangat kecil dan berkilauan berwarna warni bagaikan hologram. “Ini adalah teknologi terbaru yang pernah kota kita ciptakan, bagaimana kau menjelaskannya Prof?”

 

“Baik Komandan, ini adalah chip dengan teknologi tinggi yang menyimpan semua data pertarungan dan kemampuan para prajurit hebat legendaris Kota Arthaya. Chip ini digunakan dengan menyuntikkannya langsung pada DNA sang penerima dan membuatnya mengetahui segala macam hal dalam waktu singkat,” jelas Professor.

 

“Tapi, yang tadi anda sebutkan itu bukankah kemampuan seperti informasi, data dan kecerdasan kan? Lalu bagaimana dengan kemampuan fisiknya? Bukankah percuma seorang prajurit dengan semua itu tapi badannya lemah?” tanya ajudan itu kembali.

 

“Tentu saja itu kupikirkan, karena chip ini akan bergabung bersama DNA penggunanya maka kemampuan fisik juga dapat langsung disalin pada tubuhnya dan menjadikannya prajurit superior dalam waktu super singkat pula,” sang ajudan tertegun sebentar dengan penjelasan Professor itu. “Apa mungkin itu dilakukan?” tanya ajudan itu kembali.

 

“Anda ini tinggal di mana Tuan? Hahaha … di kota ini kita sudah bisa menciptakan teknologi luar biasa yang tidak ada duanya. Bahkan negara lain menggunakan teknologi yang kita buat dan kita menjadi kota yang kaya dengan itu,” jawab Professor.

 

“Lalu … bagaimana dengan efek sampingnya Prof?” tanya Barlok.

“Yah, mengenai itu aku masih belum tahu apa dampak buruknya. Karena ini teknologi yang masih sangat baru dan alat analisisnya masih dalam tahap pengerjaan, tapi aku akan terus memantau si pengguna itu agar kita dapat informasi penting,”

 

***

 

Yoyon sudah berada dalam ruangan tempatnya beristirahat, ruangan itu sangat canggih dan penuh dengan fasilitas mewah, Yoyon menjelajahi seisi ruangan dengan perasaan kagum karena ia belum pernah mendapatkan ruangan sebagus ini. Mulai dari lampu yang sudah tidak lagi menggunakan bohlam melainkan langit-langitnya yang bercahaya, dindingnya sangat bersih dan dapat memproyeksikan banyak hal termasuk film kesukaannya, lantai yang dapat menyedot debu sendiri atau membersihkan dirinya sendiri, tempat tidur yang dapat diatur sedemikan rupa bentuk dan ketinggiannya.

 

Semua itu benar-benar memanjakan Yoyon, bahkan ketika dia duduk di sebuah kursi tiba-tiba ada tangan-tangan robot menyambutnya dan memberikan pelayanan seperti memotong kuku, menyisirkan rambut, membuatkan teh hangat dan membawakan kue yang lezat.


Chapter 14

Daftar Chapter

Chapter 16