"Apa isi kotak ini?" Arwan bertanya.

"Sstt." jawab Alwendi sembari meletakkan telunjuknya di mulut. "Kalian jangan banyak tanya ya, ikuti saja instruksi Master. Kalian harus membawa kedua kotak itu ke pendopo atau pondok kecil di ujung perjalanan yang akan kalian lewati,"

Tiarod lalu melanjutkan penjelasan latihan pada kedua murid Alwendi, "Pertama, kalian harus membawa kedua kotak itu ketika sampai di pendopo. Kedua, kotak itu tidak boleh rusak atau ada yang hilang isinya. Dan yang ketiga kalian berdua harus kembali bersama-sama,"

"Kalau hanya bisa membawa satu kotak saja, bagaimana?" Larman bertanya. 

"Kalian berdua otomatis gagal dalam latihan ini dan harus keluar dari Arias," jawab Alwendi dengan tegas namun berwibawa.

Kedua muridnya menghela napas dan menelan ludah, tidak disangka oleh mereka latihan ini akan seberat itu. Entah apakah mereka akan bertahan atau tidak, yang jelas mereka tidak mungkin kembali pulang tanpa Suhndi. 

"Jika kalian berhasil, maka akan kunyatakan kelulusan kalian dan aku akan memberi hadiah spesial untuk kelulusan itu," Alwendi memberi semangat pada Larman dan Arwan yang sedari tadi terdiam beberapa saat. 

"Karena latihan ini akan panjang, kalian akan membutuhkan banyak persiapan dan tubuh yang bugar. Hari ini istirahatlah dulu." Tiarod memgang kedua pundak Larman dan Arwan untuk menenangkan mereka. 

Begitu Alwendi dan Tiarod meninggalkan mereka, Larman dan Arwan mulai berbincang kecil. "Berarti besok adalah latihan akhir dan penentuan kelayakan kita Man, kita tidak boleh gagal." Arwan mengepalkan tangannya menatap langit.

"Aku penasaran apa yang Suhndi sedang lakukan saat ini, kita sudah lama juga tidak pulang ke rumah, entah apa kata orang tua kita nanti ... huuuh pusing juga memikirkannya." Larman menggaruk kepalanya. 

Akhirnya mereka berdua kembali masuk ke rumah dan beristirahat di kamar.

***

Yoyon dibawa masuk kedalam ruangan berwarna serba putih kebiruan, di sekeliling dinding berupa layar-layar proyeksi canggih yang transparan dan melayang didekatnya. Artificial inteligent dari layar mendeteksi keberadaan Yoyon, disambut oleh robot humanoid yang bersiaga menuntunnya. 

Data Yoyon segera masuk ke tablet di hadapan seorang yang sedari tadi duduk di kursi depannya, menatap lamat-lamat data itu sembari berdehem. "Yoyon, mahasiswa semester empat. Benar?" tanya orang itu. Perawakannya tinggi dan tegas, dengan guratan wajah khas pria berumur tiga puluhan tahun. 

"Bagaimana dia bisa tahu? Haduh bodohnya aku, mungkin sistem canggih itu yang memberikan datanya," gumam Yoyon yang sedari tadi melongo beberapa saat setelah ditanyakan tentang dirinya. 

"Kau masih bingung ya? Memang sih, di sini tertulis bahwa kau orang yang tidak terlalu pandai dalam berpikir. Apa kau bingung kenapa aku bisa tahu?" pria itu melanjutkan interogasinya. 

"I ... iya Om eh Pak ya?" Yoyon gugup dan gelagapan menjawab.

"Kau kesini mencari temanmu, Larman dan Arwan. Bekerja paruh waktu di dunia aslimu sebagai pegawai minimarket, warna kesukaanmu biru," pria itu terus menerus menyampaikan data diri Yoyon dengan akurat dan cepat.

Yoyon benar-benar tidak menyangka semua data dirinya sudah diketahui bahkan dalam tempo yang relatif singkat, nomor identitasnya di dunia asal juga diketahui. 

***

[Keesokan Harinya]

Larman dan Arwan telah bersiap di garis startnya, mereka telah mendengar semua penjelasan dari instruktur sekaligus Masternya Alwendi. "Semoga selamat sampai tujuan, aku mendoakan keselamatan kalian," Alwendi menyemangati kedua muridnya yang sedari tadi telah bersiap dengan segala halnya.

Tas ransel yang cukup untuk tiga hari perjalanan telah tergantung di bahu mereka, walau latihan ini dilakukan berdua, mereka menyiapkan semua perbekalan dan fisiknya secara maksimal agar latihan ini tidak sia-sia.

"Kalau kami berhasil, mungkin kami akan satu langkah lebih dekat dengan Suhndi. Entah apa yang akan kami hadapi pada latihan kali ini ... aku dan Arwan pasti bisa melewatinya," Larman bergumam.

"Latihan ini mungkin tepat untukku melatih jurus pamungkas seperti Master. Tunggu saja Suhndi, kesombonganmu akan kubalas!" gumam Arwan.

"MULAI!" teriak Alwendi menandakan mulainya latihan.

Bagaikan anak panah yang melesat kencang, kedua muridnya itu berlari masuk ke dalam hutan yang ada di hadapannya. Hanya dalam beberapa saat punggung mereka telah lenyap dari pandangan Alwendi.

"Ke mana ya Tiarod? Biasanya dia datang," Alwendi bicara sendiri, sambil mencari-cari ke mana temannya itu saat ini. 

Kini Larman dan Arwan semakin masuk ke dalam hutan tempat mereka berlatih, sebagian besar kondisi hutan itu mirip dengan hutan di dunia asli mereka, yang menjadi perbedaan besar adalah makhluk hidup yang mengisinya. Terkadang begitu aneh dan membuat bulu kuduk mereka merinding walau saat ini masih pagi. 

Beberapa kawanan yang mirip dengan kadal hijau besar sedang tampak di hadapan mereka saat ini. Semua dari mereka bagaikan mencium sesuatu dan seketika menjadi agresif maju ke arah Larman dan Arwan yang saat ini memang sedang menuju kawanan kadal itu. 

Tidak butuh waktu lama bagi mereka berdua menumbangkan kadal-kadal itu. Yang mereka pertanyakan, kenapa makhluk-makhluk itu tiba-tiba menyerang mereka yang tidak ada niat sama sekali mengganggu. Ketika Larman dan Arwan sedang bertanya-tanya, mereka baru menyadari di sekelilingnya makhluk-makhluk lain sedang menatap ganas, mereka seperti mengincar sesuatu dari dua pemuda itu. 

Dari makhluk kecil hingga raksasa hampir berkumpul melingkari mereka di dalam hutan. "Sepertinya kita dalam masalah nih Man." Arwan telah bersiap dengan kuda-kudanya.

"Bukan hanya masalah Wan, masalah ... besar," jawab Larman.

Para monster itu serentak menyergap ke arah mereka. Larman memukuli mereka dan melemparkannya ke arah monster lain. Begitu pula Arwan tak mau kalah, pukulan demi pukulan dilancarkan menerobos masuk barisan para monster itu bagaikan peluru. 

Semakin lama Larman dan Arwan bertarung, mereka semakin menyadari para monster itu mengincar suatu titik di tubuh mereka. Arwan mencoba bereksperimen di tengah pertarungan, rupanya para monster mengincar tas ransel yang selama ini mereka gendong. 

"Man, mari selaraskan serangan kita!" ajak Arwan sembari bersiap.

Punggung bertemu punggung, Larman dan Arwan menyerang dari kedua sisi berlawanan mereka dan terus memutari para monster. Sedikit demi sedikit monster-monster itu telah mati dengan badan tercabik-cabik dan darah yang bercucuran, niat Larman dan Arwan untuk membuat mereka pingsan tidak bisa dilakukan, karena para monster itu menyerang terlalu brutal bagaikan mengincar mangsanya. 

Beberapa monster yang tersisa terpaksa kabur menghindari kedua pemuda yang sedari tadi melawan kawanan mereka. Akhirnya pertarungan hutan selesai, Larman dan Arwan menghela napas, terduduk bercucuran keringat, Aura mereka belum digunakan tadi tapi beban latihannya sudah seperti ini sejak awal.

Larman meletakkan tasnya di hadapan, "Ada apa dengan tas ini? Atau jangan-jangan ...." Larman mengambil kotak yang ada di tas ranselnya. Kotak yang dititipkan dari Sang Master pada mereka.

"Apa mungkin ini penyebab para monster itu menggila?" tanya Arwan.

Mereka memandangi kedua kotak berwarna merah dan biru itu.