Pertarungan kembali berlanjut, setelah mengeluarkan kobaran Aura masing-masing kedua pemuda yang penuh semangat itu kembali maju satu sama lain, saling menghujam serangan, tendangan dan pukulan bertubi-tubi. Gerakan mereka sekilas sama cepatnya tapi soal kecepatan Larman lebih unggul walau begitu pertahanan Arwan lebih efektif.

 

Alwendi dan Tiarod terkesima, walau kedua muridnya itu masih baru dalam mengeluarkan Aura tapi performa mereka cukup baik untuk sekadar latih tanding. “Bagus Larman, Arwan kalian cepat belajar,” gumam Tiarod.

 

Larman dengan sigap melayangkan pukulannya ke perut Arwan yang segera dapat dihalau dengan satu tangannya, “Pertahanan Arwan memang hebat, seberapa cepatnya aku menyerang … pukulanku selalu ditangkis.

 

Larman … gerakannya cepat dan penuh akurasi. Jika bukan karena kekuatan tubuhku, pasti sekarang aku sudah menerima banyak luka.” mereka kembali berjauhan setelah saling pukul. Napas mereka masih terengah tapi kobaran Aura masih tersisa dan kokoh menyelimuti tubuh mereka.

 

“Baik Man, aku akui kau cepat. Tapi aku juga tidak akan kalah.” setelah mengatakan itu, dengan cepat Arwan melesat ke arah Larman yang terkesiap.

 

BUUK!

 

Pukulan pertama mengenai wajah Larman, “Ugh!! Cepatnya?!” belum sempat bereaksi pukulan demi pukulan mulai menghujani Larman, ia hanya bisa bertahan mencoba menahan semua serangan Arwan yang kuat dan juga cepat.

 

“Kenapa tiba-tiba Arwan bisa lebih unggul? Kau tahu sesuatu Wen?” tanya Tiarod.

“Arwan menyadari kekurangannya dan mencoba mengubah penggunaan Auranya. Pada awalnya ia menggunakannya hanya untuk meningkatkan ketahanan fisik, tapi ia sadar kecepatan juga penting,”

 

Arwan berhasil menjatuhkan Larman setelah satu tendangan mengenainya. Larman merasa kesakitan, terbaring meringis. “Ayo Man, kerahkan segalanya. Kita harus menjadi lebih kuat,” Arwan menyemangati rekannya itu.

 

“Nah … Larman, apa yang akan kau lakukan?” ucap Alwendi pelan.

 

Larman berhasil berdiri walau sedikit kesulitan, ia menarik napas panjang. Mencoba menstabilkan dirinya, menutup mata merasakan alam disekitarnya. “Ayo MULAI ….” Arwan dengan cepat menuju ke arah Larman dengan pukulannya.

 

BUUK!!

 

Arwan terkesiap, sebuah tendangan berhasil mengenainya. Membuatnya jatuh tersungkur walau ia segera mengambil posisi dan mencoba berdiri, dengan cepat Larman sudah berada di depan matanya memukulnya bertubi-tubi. Semakin sengit pertarungan mereka, kini Larman sedikit lebih unggul, entah apa yang ia lakukan, hingga bisa membalikkan keadaan.

 

“Hebat, Larman itu. Dia punya bakat yang alami,” Tiarod memuji.

“Maksudmu?”

“Dia memprediksi gerakan Arwan beberapa detik lebih cepat, itu yang membuatnya unggul,”

“Jadi ingat masa kita latihan dulu ya? Hahaha,”

 

Keduanya kini imbang, wajah dan tubuh mereka sudah babak belur. Aura mereka semakin menipis, segera setelah keduanya melayangkan pukulan terakhir gerakan mereka terhenti. Semua otot mereka menegang dan memberikan rasa sakit yang luar biasa.

 

“Baik, sampai di sini saja.” Alwendi dan Tiarod segera keluar dari persembunyian dan menahan tubuh Larman dan Arwan yang kini tidak dapat digerakkan.

 

[Malam Harinya]

 

Larman dan Arwan kini terbaring, mereka harus memulihkan tubuhnya selama beberapa lama akibat efek samping penggunaan Aura yang terlalu besar.

 

“Ke … kenapa bisa begini ya? Aduhh!” Arwan mengaduh kesakitan, bertanya pada gurunya.

 

“Ini biasa terjadi, kalian melepaskan Aura dari tubuh dengan sangat besar dan kuat, kalian menggunakannya untuk otot kalian agar lebih kuat dan memukul lebih cepat, benar begitu kan Larman?” Alwendi kini memalingkan wajahnya pada Larman yang sama kesakitan dengan Arwan.

 

“Kalau begitu, kenapa Master tidak memperingatkan kami?”

“Itu memang tujuanku, potensi kalian akan lebih Nampak jika benar-benar diluapkan seperti tadi. Dari sana kalian bisa belajar bagaimana cara menggunakan Aura dengan lebih efektif tanpa membebani tubuh kan?” Alwendi kini tersenyum bangga pada mereka, “Teruslah kuat, ada beban yang harus kalian pikul dan selesaikan.” Alwendi meninggalkan kedua muridnya.

 

Hari-hari terus dilalui, Larman dan Arwan berusaha mengembangkan kemampuan dan kekuatan mereka agar menjadi lebih baik lagi, mulanya tubuh mereka masih kaku dan tidak dapat mengikuti, tapi semakin lama mereka jadi semakin menguasai semuanya. Tubuh mereka kini telah terkoordinasi dengan baik bersamaan dengan Auranya.

 

“Kalian sudah punya gerakan atau jurus pamungkas?” tanya Alwendi pada kedua muridnya yang masih asyik berlatih. Mereka sejenak berhenti, “Hmmm … belum Master, apakah Master ada?” tanya Larman semangat.

 

“Tentu saja ada, itu salah satu hal yang perlu kalian miliki.” Jawab sang Master sambil menyilangkan lengannya.

 

“Boleh kami melihatnya Master, mungkin bisa jadi referensi kami,” kini Arwan yang mulai semangat bertanya.

 

“Hahahaha … tentu saja, akan kuperlihatkan pada dua penerusku ini,”

 

Alwendi mengambil posisi dan memasang kuda-kudanya, ia berkonsentrasi menghadap pepohonan lebat di halaman belakang rumahnya. Aura mulai Nampak sedikit demi sedikit, warnanya semakin terang dan semakin besar berkobar. Tangannya mengepal mengumpulkan Aura, dengan cepat ia melepaskan pukulannya pada pepohonan lebat yang ada di hadapannya. “HIAAAHHH!!”

 

“[Aura : Meriam Dewa]”

 

Pukulan itu memberikan dampak yang sangat merusak, sebagian besar pepohonan yang berada pada jalur serangannya rusak karena tekanan Aura yang begitu liar. Kedua muridnya ternganga, kekuatan yang belum pernah ia lihat sebelumnya, apalagi dari Masternya sendiri. Kekuatan ini memusatkan pada tusukan Aura yang menekan udara dan melepasnya secara bersamaan untuk menyerang objek yang ada di depannya. Bayangkan jika serangan semacam itu dilepaskan pada tubuh seorang manusia.

 

***

 

Di tempat lain Yoyon bertemu dengan pria berjas hitam yang pernag ditemui Larman dan Arwan, ia mengikuti keduanya hingga ke dekat gerbang. “Siapa anda pak? Apa yang anda lakukan di sini?”

 

“Kau tidak perlu tahu siapa aku, aku bisa menebak tujuanmu datang kesini.” pria itu tersenyum lebar.

 

Yoyon menelan ludah, sebenarnya ia ketakutan tapi juga penasaran dengan kedua temannya yang hilang, “Kemarin Suhndi, sekarang Larman dan Arwan juga menghilang. Apa yang sebenarnya yang terjadi? Sebenarnya siapa juga orang ini?”

 

“Jangan diam saja anak muda, apa kau tidak penasaran dengan yang terjadi pada ketiga temanmu itu?”

“Apa maksud anda? Anda tahu di mana mereka?”

“Tentu saja, kau hanya perlu melewati gerbang yang ada di belakangku ini, semua impianmu akan terwujud,”

“Ada apa di sana?”

“Lebih baik kau melihatnya sendiri, karena jika kusampaikan sekarang, semuanya tidak akan terasa bagus lagi … tapi akan kuberi tahu kau satu hal. Sudah banyak orang yang datang dan masuk kesini, mereka yang mencari sesuatu, kehilangan sesuatu, menginginkan sesuatu, semuanya masuk dengan tujuan mereka masing-masing?”

“Siapa anda sebenarnya? Aku benar-benar bingung … aku juga lihat banyak polisi datang ke bangunan ini, tapi mereka sekarang sudah tidak ada,”

 

Pria itu tidak menjawab pertanyaan Yoyon, ia hanya tersenyum sambil mengisyaratkan padanya agar segera masuk ke gerbang Bandarsia. Yoyon tetap gugup, ia ketakutan tapi rasa penasarannya membunuh semua perasaan itu. Dengan langkah yang pelan namun pasti Yoyon memasuki gerbang Bandarsia.


Chapter 11

Daftar Chapter

Chapter 13