Alwendi memulai pagi ini dengan latihan pertamanya bersama ke dua muridnya. Sebelum memulai semuanya, ia menjelaskan beberapa hal dasar dari teknik-teknik dan apa yang sedang mereka pelajari.

"Baik, aku akan menjelaskan tentang kekuatan yang akan kalian miliki nanti. Ini sangat penting agar kalian dapat memaksimalkan semua potensi dalam diri." kata Alwendi sembari menyilangkan tangan.

Raut wajah kedua muridnya itu kian serius seakan bersiap untuk maju bertempur ke medan peperangan. Bahkan terlalu tegang walau hanya untuk latihan.

Alwendi mengacungkan telunjuknya ke atas, "Nama kekuatan ini biasa disebut dengan Aura. Kekuatan dalam diri yang bisa dilepas jika melakukan beberapa hal yang dapat memicu kekuatan ini bangkit."

"Ini lebih kepada berkonsentrasi terhadap pikiran dan meditasi yang tinggi. Namun, kita tidak perlu sampai ke tahap meditasi itu, ada cara yang lebih praktis dengan metode latihan yang akan kuajarkan," Alwendi melanjutkan kata-katanya.

Ketenangan hati adalah salah satu dasar membangkitkan Aura yang ada dalam diri manusia, salah satu kekuatan yang ada dan diakui dalam dunia Bandarsia. Dengan kemampuan ini, mereka dapat meningkatkan kecepatan, kekuatan dan konsentrasi segala macam indra dalam jangka waktu yang dibutuhkan.

Ketika Aura itu telah menyelimuti tubuh penggunanya setelah diaktifkan, Aura itu akan memiliki warna yang sesuai dengan karakteristik orang tersebut. Gelap terang warnanya menggambarkan perasaan yang ada dalam diri penggunanya.

***

"Dari informasi yang diberikan oleh mata-mata kerajaan kita, aku menemukan beberapa bukti bahwa negara-negara lain sedang mengawasi setiap pergerakan kerajaan," ucap Suhndi.

"Tapi tuanku, anda tidak perlu terlalu khawatir kan? Kerajaan kita juga memiliki banyak aliansi negara-negara kuat di luar sana. Semuanya bisa melenyapkan ancaman-ancaman itu juga," Marton mencoba menenangkan Suhndi. 

Percakapan mereka sangat rahasia, Suhndi menggunakan kekuatannya untuk membuat ruangan tempatnya bicara menjadi kedap suara dan tidak bisa didengar oleh siapapun selain mereka berdua. 

"Jadi, apa inti dari pembicaraan ini tuanku?" 

"Aku ingin kau mencari tahu apa-apa saja rencana negara-negara lain itu, periksa semuanya entah itu aliansi atau bukan. Menyamar jadi apa saja, laporkan padaku. Agar kita tahu mana lawan dan mana kawan," 

"Jika itu yang anda inginkan, dengan senang hati akan kulakukan. Akan kupersembahkan nyawa ini untuk melayani anda tuan." Marton segera berlutut memberi penghormatan.

***

"Baik, ulangi lagi!!" teriak Alwendi kepada kedua muridnya itu.

Larman dan Arwan kembali mengulang-ulang gerakan yang diajarkan, dari kuda-kuda sampai ke ayunan dan tendangan setiap jengkal tubuh mereka harus sesuai dengan arahan sang guru. 

Melihat semangat keduanya, membuat Alwendi sedikit bangga dengan mereka. "Fuhh ... berat sekali latihannya ya Man?" bisik Arwan.

"Ini cara agar kita jadi lebih kuat, sabar saja. Kita harus terus berusaha Wan." jawab Larman yang terus mengulang pola pergerakan dan serangan tubuhnya.

Sekitar dua jam mereka melakukan latihan, Larman dan Arwan mulai keletihan, mereka sudah bermandikan keringatnya sendiri. Ditambah lagi panas terik hari itu membuat mereka semakin terpanggang.

"Baik, cukup. Kalian bisa istirahat." perintah Alwendi sembari berjalan meninggalkan mereka.

"Duh, dari tadi hanya ini yang kita lakukan? Apa-apaan dia itu?" gerutu Arwan. Mereka berjalan ke tempat istirahat di dekat halaman belakang. Langsung merebahkan tubuh yang telah letih itu.

Tidak lama kemudian, datang pelayan rumah membawakan makanan ringan dan jus yang segar untuk mereka. "Terima kasih Pak," ucap Larman. Pelayan itu berlalu pergi.

Dari kejauhan Alwendi memerhatikan dua muridnya itu. Ia terlihat sedang menerima panggilan telepon dari seseorang. 

"Ya, latihan mereka bagus Nek. Walau masih banyak Kekurangan ... aku janji akan membuat mereka jadi lebih kuat," ucap Alwendi pada orang yang ada di telepon itu.

Yang menelepon adalah Nek Surti, ia menanyakan kabar kedua anak yang sudah dianggap cucu olehnya itu. Setelah menerima kabar dari Alwendi, Nek Surti menjadi lebih tenang. 

"Kalian harus jadi lebih hebat Nak, rebut Suhndi dari dunia ini. Selamatkan Bandarsia." Nek Surti bergumam sambil menatap langit yang cerah. 

***

Suhndi dan Marton berjalan-jalan di taman dekat kerajaan mereka, memandang bunga-bunga yang sedang mekar, angin sepoi-sepoi yang melewati mereka dengan lembut, kicauan burung-burung dan kilau sinar matahari yang tertutup awan. 

"Sebelum kau bertugas, ini ada daftar sepuluh negara yang selama ini kucurigai." ucap Suhndi menyodorkan sebuah kertas pada Marton, "mereka memiliki kekuatan yang cukup besar. Berhati-hatilah ya,"

"Baik tuan, akan kudapatkan informasi itu." sembari menerima dan melihat-lihat isi dari tulisan kertas itu. 

[Keesokan Harinya]

Pagi itu di istana Suhndi semua jenderal dipanggil ke istana, sepertinya akan ada rapat besar untuk mereka. Para jenderal yang menjaga setiap sisi kerajaan itu adalah orang-orang yang kuat dan hebat. Mereka adalah para prajurit yang membersamai Suhndi selama perjuangan merebut Bandarsia. 

Ruangan pertemuan sudah terisi oleh para jenderal dan tentunya Suhndi sebagai raja mereka. Hiruk pikuk berubah menjadi hening seketika Suhndi mengangkat suara. Ada hal penting yang perlu dibicarakan oleh sang raja.

"Aku mengumpulkan kalian di sini untuk sebuah pengumuman penting, kerajaan kita mungkin dalam beberapa tahun ini aman-aman saja, tapi bukan berarti tidak ada ancaman yang akan menerpa, tidak ada yang namanya kedamaian sejati. Karena hidup terus berputar, ada kalanya damai atau kacau karena suatu hal," 

Semua jenderal dengan serius memerhatikan raja mereka, mereka paham situasi yang seharusnya mereka hadapi di masa depan setelah perebutan kekuasaan ini. Tapi tentu saja mereka tidak mengharapkan hal itu datang secepat ini.

"Kuharap kalian semua benar-benar mengawasi dan mengontrol semua gerak-gerik negara dan daerah kekuasan kalian. Kita tidak mau kan kedamaian Bandarsia ini kembali hilang seperti saat itu? Kita sudah berjuang bersama untuk mempertahankannya," Suhndi menegaskan.

Salah seorang jenderal mengangkat tangan, bermaksud ingin bicara. "Silakan Hermin," ucap Suhndi.

"Menurut saya, kita harus terus membangun komunikasi yang baik pada negara-negara bawahan dan aliansi kita tuan. Memerintah karena loyalitas lebih baik dibandingkan dengan rasa takut." ucap Hermin.

Hermin memang terkenal bijaksana, salah satu jenderal yang cukup dekat dengan Suhndi. Ia juga disegani oleh para jenderal yang lain. 

Beberapa saat para jenderal mulai berbisik setelah mendengar usulan dari salah satu temannya itu, "Baik, harap tenang semuanya." ucap Suhndi sambil mengetuk meja.

"Apa yang dikatakan Hermin ada benarnya, saran yang bisa kita coba untuk saat ini dan kita lihat hasilnya. Jadi aku minta kalian semua bisa bekerja sama dalam hal ini, baik semuanya ... rapat ini aku tutup," Suhndi mengakhiri pembicaraan.

***

Di tempat lain, Arwan dan Larman sudah semakin terbiasa dengan latihan dari Alwendi. Mereka sudah dapat menghapal beberapa gerakan dasar beladiri dan kuda-kuda yang diajarkan. 

Aura mereka sudah mulai terlihat walau masih sangat tipis dan kecil, warna Aura Larman adalah biru sedangkan Aura Arwan berwarna merah. 

"Aku merasa berbeda sekarang," ucap Larman.