Esoknya mereka melakukan rutinitas seperti biasa, merekapun masuk kuliah seakan tidak terjadi apapun kemarin malam.

Saat di kelas ketika Larman sedang merapikan buku-bukunya ia bergumam, "Kira-kira Apa maksud dari Pria di Telepon itu?? Apa benar dia tau di mana Suhndi??"

"Heyy Brooo ...!! Melamun aja kamu hahaha.."
tepuk seorang dari belakang Larman ke punggungnya. 

"Ehh ... kamu rupanya Yon, ngagetin aja. Kenapa manggil aku??" jawab Larman sambil menggendong tasnya dan bersiap untuk pergi.

"Ehh ... mau kemana?? Buru-buru amat, aku mau ajak kamu ke kantin ni, ngajak makan hehe." kata Yoyon sambil meletakkan tangannya di bahu Larman.

"Maaf Yon, hari ini nggak bisa ... aku lagi ada urusan, mungkin lain kali ya," jawab Larman dingin dan langsung meninggalkan Yoyon di kelas yang masih kebingungan dengan gelagat Larman siang itu.

Di gerbang kampus, Arwan sudah menunggu sambil memegang dua minuman kaleng bersoda. Ia berdiri dari tempat duduknya yang teduh.

"Hei Man, nih minum dulu kita sebelum pergi," sambil memberikan sekaleng minuman yang ada ditangannya.

"Terima kasih Wan, memang pas banget kamu kasih ini, hari lagi panas."

Saat mereka tengah minum berdua, ada seseorang yang terlihat seperti mengawasi mereka. Ya itu Yoyon yang masih saja penasaran kepada Larman.

Setelah mereka selesai minum dan berbincang kecil akhirnya mereka mulai berangkat ke arah lokasi dengan berjalan kaki. Yoyon pun mengikuti mereka.

Arwan dan Larman telah berada didekat Bangunan tua bernama Bandar itu, terlihat beberapa mobil polisi terparkir disana. Namun para polisi itu tidak ada satupun yang terlihat.

"Hey Man, kemana para polisi itu ya?? Apa mereka ikutan hilang??"

"Entahlah Wan, yang jelas kita harus penuhi janji kita pada pria itu, aku takut Suhndi diapa-apakan olehnya."

Mereka mengendap-endap dari satu Bangunan ke bangunan lain, hingga mereka sudah berada dekat dengan Bandar itu dan mulai mengintip ke arah dalam bangunan.

"Tidak ada Siapapun ... aneh, kemana Polisi-polisi itu??" tanya Arwan sambil menggaruk-garuk kepalanya karena heran.

"Sudah, ayo kita langsung masuk saja," sambil mengarah pada pintu Bandar yang sudah tua dan terbuka sejak tadi.

Saat mereka masuk, hawa dingin sudah terasa masuk hingga ke tulang mereka. "Brrr.... Kok dingin sekali ya?? Kayak Kulkas Saja." kata Larman sambil merapatkan kedua tangannya.

Yoyon yang sedari tadi mengikuti mereka ternyata kehilangan jejak Larman dan Arwan. "Waduhh ... Kemana Mereka ya? Cepat juga hilangnya."

Suara langkah kaki yang berat menghampiri ke arah Larman dan Arwan saat mereka mengendap-endap di ruangan luas dalam Bandar itu.

Ternyata itu adalah seorang pria berbadan tegap dan tinggi memakai setelan jas hitam dan kaca mata hitam. "Bagus ... bagus ... kalian benar-benar datang Hahahaha...." tawanya memenuhi seisi ruangan.

"Suaranya, sama seperti suara pria yang ditelepon itu," gumam Larman didalam hatinya.

"Hei ... siapa kau?!? Apa kau orang yang menelepon kami tadi malam??" tanya Arwan dengan wajah sedikit marah.

"Ya hehe, memang aku yang memanggil kalian kesini. Aku sudah mempersiapkan sesuatu untuk kalian." pria itu kemudian berjalan ke sebuah tirai besar dan segera menariknya.

Nampak sebuah pintu berlapiskan emas yang sangat indah dibalut dengan berlian di sekelilingnya. Mata Larman dan Arwan pun terbelalak karena kagumnya pada hiasan di pintu itu.

"Pintu Apa itu?? Apa yang ingin kau tunjukkan pada kami?? Lalu ... kemana para polisi itu??!!" tanya Larman tak sabar.

"Hahaha, pintu itu adalah pintu yang sudah di lewati oleh teman kalian. Suhndi." jawab pria itu dengan senyum menyeringai.

"Ap ... apa? Apa maksudnya? Suhndi masuk kesana?? Jangan bercanda kau pak!!" seru Arwan sambil mengepalkan tangannya.

"Kalian mungkin hanya mendengar kabar-kabar kecil mengenai bangunan tua ini kan??" pria itu berjalan ke arah kursi besar seperti singgasana namun berlapis emas.

"Biar ku berikan kalian cerita pengantar sebelum akhirnya kalian akan memilih."

Larman dan Arwan semakin bingung dengan apa yang disaksikan dihadapan mereka ditambah lagi ucapan pria itu yang semakin membuat rasa penasaran mereka terpanggil.

"Dahulu kala, bangunan tua ini adalah salah satu bangunan yang pertama kali dibangun di kota ini," pria itu mulai bercerita.

***

30 tahun yang lalu, tepat bangunan bernama Bandar berhasil didirikan setelah dikerjakan selama 3 bulan lamanya, tempat itu sebenarnya adalah sebuah pusat perbelanjaan seperti mall besar di kota tersebut.

Ada banyak sekali masyarakat yang berkunjung dari anak-anak hingga orang dewasa pun datang berkunjung setiap hari dan membuat Bandar itu tidak pernah sepi.

Bangunan itu dimiliki oleh seorang pengusaha kaya dan terpandang di kota itu, namanya Barton. Selain kaya, ia juga terkenal dermawan dan suka menolong orang lain yang sedang kesusahan, ia menjadi sosok yang terkenal di kota itu.

Hingga suatu hari, Bangunan itu ditutup sementara waktu karena terjadi permasalahan ekonomi di kota tersebut. Hal ini membuat Barton gusar dan menjadi cemas kalau nanti bangunan ini tidak dapat lagi buka dan dikunjungi oleh semua orang di kota itu. 

"Apa yang harus aku lakukan untuk membalikkan keadaan ini??" keluh Barton sambil memegang kepalanya.

"Aku bisa membantumu Barton..." Terdengar sebuah suara dari luar ruangan kerja Barton.

"Si ... siapa di sana??" tanya Barton penuh keheranan, ia mencoba mencari tau darimana suara itu berasal.

Saat itu sudah malam, hanya ia sendiri yang berada di Bandar. Langkah demi langkah ia lewati menyusuri lorong hingga ia melihat sebuah bayangan hitam diujung lorong seperti sedang menunggu dirinya.

"Kemarilah Barton, jangan takut. Aku disini untuk menyelesaikan semua masalahmu." kata bayangan itu sambil mengulurkan tangannya.

Hingga sampailah ia dapat melihat dengan jelas siapa sebenarnya sosok bayangan yang sedari tadi berbicara pada Barton.

"Siapa kau?! Apa yang kau lakukan di sini??" sosok yang dilihat olehnya adalah seorang pria memakai setelan jas hitam dengan kacamata dan topi koboi serta berbadan tegap.

"Kau tidak perlu tahu siapa aku Barton, yang jelas aku di sini ingin menawarkan sesuatu untuk dapat menyelesaikan semua masalahmu. Aku akan membuat bangunan ini dapat kembali beroperasi, tapi ada syarat yang harus kau lakukan untuk itu."

"Apa?! Apa maksudmu kau bisa membuat gedung ini beroperasi kembali?? Dan memangnya ... apa syarat yang harus kulakukan untuk bisa mendapatkan kejayaanku kembali??" tanya Barton seakan tidak sabar.

"Hahaha... Sudah kuduga, orang yang sedang putus asa akan melakukan apa saja. Lihat pintu yang ada disampingku ini." Sebuah pintu yang berlapis emas dan berlian, sungguh indah dipandang oleh mata hingga Barton pun terbelalak karenanya.

"Apa?? Sejak kapan ada pintu itu di bangunan ini?? Aku rasa tidak pernah ada pintu sebagus ini," jawab Barton dengan wajah menunjukkan sedikit kekaguman.

"Dibalik pintu itu, akan kau dapati sebuah dunia yang berbeda dari duniamu saat ini. Itu adalah dunia di mana aku tinggal. Kalau kau bisa melakukan sesuatu yang aku suruh, maka aku akan mengabulkan apapun keinginanmu." kata pria itu dengan senyumnya. 

"Dunia baru? Tempat asalmu? Aku semakin bingung, sebenarnya apa maksud semua ini?? Apa benar dibalik pintu itu ada sebuah dunia lain?? Lalu apa tujuanmu datang kesini?"

**

"Yupzz... Hanya itu cerita yang ingin kusampaikan pada kalian, jika kalian ingin mengetahui cerita ini lebih lanjut, maka ... kalian harus mencari tahunya sendiri." pria itu berhenti bercerita.

Larman dan Arwan semakin penasaran dengan akhir cerita itu dan khawatir pada sahabatnya Suhndi, namun mereka tidak punya pilihan lain selain mendengarkan Pria itu.