Hei Pak!! Kau hanya membuang-buang waktu kami saja dengan cerita bualan mu! Sudah, jangan bohongi kami, tunjukkan dimana Suhndi!" kata Arwan sambil mengepalkan tangan kanannya seakan siap untuk memukul wajah pria berjas itu.

"Hahaha ... kau pikir siapa dirimu anak muda?? Apa kau pikir bisa melawanku?" jawab pria itu sembari berdiri dari singgasananya.

Sebelum Arwan bergerak untuk memukul pria itu dengan sigap Larman menahan tubuh Arwan yang sedari tadi sudah tidak sabar untuk memberi pelajaran pada pria itu. "Tunggu Wan, kita jangan buang tenaga kita disini. Kalau kita mau menyelamatkan Suhndi, kayaknya kita harus ikuti kata dia."

Arwan hanya bisa tertunduk dengan raut wajah penuh kekesalan, ia memang tidak punya pilihan lain jika ingin menyelamatkan sahabatnya itu.

"Baiklah ... sepertinya kalian sudah tenang, izinkan aku menjelaskan aturan mainnya," kata pria itu sambil tersenyum.

Pria itu berjalan sampai di samping pintu tadi dan mulai menjelaskan. "Dunia di dalam pintu ini sangat berbeda dari dunia yang saat ini kalian tinggali, di dunia ini akan kalian dapati hal-hal yang tidak pernah kalian alami sebelumnya, sebuah dunia dimana kalian bisa mendapatkan apapun yang kalian inginkan."

Larman dan Arwan hanya bisa terkesima dengan penjelasan tadi, mereka seakan tak percaya ada dunia seperti itu.

"Apa Suhndi masuk kesana karena menginginkan sesuatu?" Tanya Arman.

Sebelum menjawab, pria itu sedikit menundukkan kepalanya sambil tersenyum kecil. "Yahh ... bisa dikatakan begitu sih, tapi suatu hal terjadi dan ... ia lupa dimana ia berada."

"Tak kusangka, Suhndi. Kenapa???" gumam Larman di dalam hati.

"Ayo kita masuk Man," kata Arwan sambil menatap Larman dengan wajah serius.

"Apa kau yakin Wan? kau tau, para polisi yang berada di depan bangunan ini saja kita tidak bisa menemukannya, pasti terjadi sesuatu di dalam sana," jawab Larman dengan penuh keraguan.

"Tapi, apa kita akan membiarkan Suhndi di sana? kita tidak akan tau kalau tidak mencobanya Man!" jawab Arwan mencoba mematahkan keraguan Larman.

Setelah suasana hening beberapa saat, Larman kemudian mengangguk mengisyaratkan bahwa ia setuju dengan Arwan untuk memasuki pintu itu.

"Hahaha ... bagus, aku akan menunggu hasil dari perjalanan kalian disana, pintu terbukalah!!"

Seketika pintu itu sedikit demi sedikit terbuka dan dari dalamnya terdapat cahaya berwarna putih yang menyilaukan.

***

"Tuan Suhndi, pintu Bandarsia terbuka lagi. Sepertinya ada lagi yang masuk ke dunia ini," kata seseorang sambil membungkukkan tubuhnya dihadapan seorang pemuda yang sedang duduk di kursi yang megah.

"Apakah itu teman-temanku?? Mereka mencari aku rupanya." sambil berdiri dari tempat duduknya.

"Apa yang akan kita lakukan tuan?" tanya seorang yang berdiri sejak tadi didekat pintu ruangan.

"Aku ingin kalian menyambut mereka Marton," jawab Suhndi.

"Baik tuanku,"

***

"Kita masuk Wan!" ajak Larman dengan semangat.

"Tunggulah Suhndi, kami akan segera menyelamatkanmu," gumam Arwan di dalam hatinya.

Mereka mulai melangkahkan kaki untuk masuk, yang terlihat oleh mereka ketika memasuki pintu itu hanyalah cahaya putih tapi tidak terlalu menyilaukan mata. "Teruslah berjalan, jangan berhenti!" kata pria di pintu tadi dengan nada yang sedikit lebih tinggi.

Semakin mereka berjalan, semakin nampak oleh mereka sebuah tempat yang lapang dengan rerumputan berwarna hijau. Hingga mereka pun menginjakkan kaki di dunia baru itu.

"Ini terlihat seperti dunia kita yang biasa ya Man" kata Arman sambil melihat ke arah sekitar.

GREE ... GREEKKK

DRRKK ... DRRKKK

SYUT ... Blam!!

Pintu di belakang mereka mulai menutup dan kemudian menghilang. Mulanya Arwan dan Larman tidak menyadari, hingga mereka mencoba melihat ke belakang bermaksud memeriksa pintu itu.

"Hei ... pintunya hilang, bagaimana ini??" kata Larman dengan panik. "Apa ... bagaimana caranya kita keluar dari sini? sialan ... pasti pria itu menjebak kita!!" jawab Arwan dengan raut wajah marah.

Saat ini mereka tidak tahu apa yang akan dilakukannya, dunia itu seakan aman damai dan kosong dari apapun, mereka hanya melihat ke arah hutan yang memiliki pepohonan yang tinggi dan langit biru yang tenang. Mereka lalu duduk di atas rerumputan hijau itu.

Dari kejauhan, terlihat sesosok tua yang sedang berjalan ke arah mereka. Seperti seorang nenek-nenek dengan tubuh yang sudah bungkuk.

"Siapa dia?? Apa ia tinggal didekat sini?" tanya Arwan agak heran.

"Siapa tau dia bisa membantu kita disini Wan," jawab Larman.

"Kalian ... apa orang-orang yang ingin mencari sesuatu dari dunia ini??" tanya nenek itu ketika sudah berada di depan mereka.

"Maaf nek, dari mana nenek tau? Kami baru saja sampai di sini, kami bingung ingin melakukan apa, karena sebenarnya teman kami masuk kesini,"

"Ya, tentu saja. Sudah bermacam-macam orang yang masuk kesini, kalian bukan yang pertama. Beberapa menit yang lalu juga sekumpulan polisi masuk ke pintu ini," jawab nenek itu.

"Apa nenek tau di mana mereka?" tanya Larman.

"Entahlah, saat aku menanyai mereka ... mereka hanya menjawab ingin mencari seseorang juga. Kurasa itu ada hubungannya dengan kalian ya?" jawab nenek itu.

"Yah ... begitulah nek, ngomong-ngomong siapa nama nenek? Apa nenek tinggal di dekat sini?" tanya Arwan.

"Nama nenek Surti, rumah nenek ada di dekat sini. Bagaimana kalau kalian mampir dan menginap, sepertinya kalian kelelahan." jawab sang nenek sembari berbalik badan dan mulai berjalan.

"Aneh, kenapa didunia ini ada seorang nenek-nenek yang menghampiri kami ya?? Dari mana ia tau kami akan datang??? Ahh ... Sudahlah," gumam Larman di dalam hati.

Ketika di perjalanan, Larman dan Arwan berbincang-bincang kecil. "Man, apa kau tidak merasa aneh? Sepi sekali disini," kata Arwan sambil melihat ke arah sekitar.

"Mungkin karena di sini dekat dengan hutan Wan, daripada itu kita harus segera mencari tau keberadaan Suhndi dan para polisi itu. Aku sudah mulai lelah," jawab Larman dengan singkat.

"Tenang saja, kalian bisa beristirahat dengan santai di rumah nenek," jawab sang nenek yang sedari tadi menuntun jalan mereka.

Jalan yang dilalui semakin nampak ke arah sebuah bangunan putih besar layaknya sebuah benteng besar nan megah, semakin terbelalak mata Larman dan Arwan ketika melihat itu semua. Hingga tiba saatnya nenek itu dijemput oleh sekumpulan orang-orang berjas hitam dengan mobil yang mewah.

"Silahkan nyonya." kata pengawal itu sembari menuntut sang nenek masuk ke dalam Mobil.

"Ha??? Siapa nenek ini?? Apa itu rumahnya?" gumam Arwan saat melihat itu semua.

"Ayo, kalian juga ikut ... ini rumah nenek kok," kata sang nenek sembari tersenyum hangat kepada mereka berdua.

Mereka yang sedari tadi terdiam membisu karena tidak menyangka hanya ikut saja ke istana megah sang nenek, tempat itu sangatlah megah dan mewah, belum pernah mereka lihat Bangunan pribadi sebagus itu.

"Nenek kaya sekali ya?" ucap Arwan sambil melihat-lihat keluar jendela mobil.

"Kalau nenek ceritakan, mungkin kalian tidak akan mau pulang dari dunia ini nak hehehe." jawab sang nenek dengan tertawa kecil.

Larman dan Arwan saling berpandangan bingung dan kaku, mereka benar-benar tidak mengerti sedang berada di mana dan siapa nenek yang telah menolong mereka, satu hal yang pasti di hati mereka saat ini adalah menyelamatkan Suhndi.


Chapter 2 

Daftar Chapter

Chapter 4