Mereka terdiam beberapa saat, Arwan dan Larman melihat wajah sahabatnya itu, Suhndi menatap datar. "Kalian, masih terlalu lemah. Bukan di sini seharusnya kalian berada," ucap Suhndi.

Suhndi menoleh ke arah Nenek Surti, seolah ingin mengatakan ia sedang baik-baik saja. Senyumnya tipis tapi cukup menghangatkan, "Kabar Suhndi baik Nek ... maaf ya, saat itu Suhndi tiba-tiba menghilang dan tidak memberi kabar pada nenek." Suhndi berjalan mendekati Nek Surti, melewati dua tubuh sahabatnya itu yang sedari tadi tidak dapat bergerak karena gemetaran.

"Suhndi, kau ... kenapa?? Jelaskan pada kami!" teriak Arwan mencoba menggerakkan lehernya yang kaku.

Suhndi hanya menoleh sebentar, kemudian berpaling lagi menghadap Nek Surti yang telah ada di depannya. 

"Nek, Suhndi sudah jadi pemimpin dunia ini. Akan Suhndi rubah semuanya jadi lebih baik." Ujar Suhndi sembari meletakkan tangannya di bahu sang Nenek. 

Nek Surti tidak langsung menjawab, ia masih belum percaya dengan apa yang ada di hadapannya saat ini. Suhndi yang ia kenal sebagai anak yang polos dan baik, sekarang sudah berubah total mulai dari raut wajah hingga penampilannya. Kekuatannya walau belum ia perlihatkan tapi sudah cukup membuat merinding. 

"Suhndi, apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa kau bisa seperti ini?" tanya Nek Surti.

"Aku sudah membuat janji Nek, aku tidak bisa kembali ke kehidupan lamaku. Dunia ini perlu perubahan besar." 

Suhndi berpaling, ia meninggalkan Nek Surti yang masih saja terdiam, tidak percaya. Ia melihat kedua sahabatnya itu dengan wajah sedikit kasihan, "Kalau kalian ingin tahu kebenaran dunia ini ... jadilah semakin kuat dan semakin kuat. Aku akan menunggu saat-saat itu." ucapnya sembari berjalan meninggalkan mereka.

Suhndi menuju lorong penjara tempat Marton ditahan, semua penjaga sudah pingsan dibuatnya. 

"Tuan Suhndi, anda datang." Marton berdiri ketika melihat tuannya hadir untuk menyelamatkan dirinya.

"Marton, kau seharusnya tidak bertindak gegabah. Nenek Surti itu mantan pejuang di tanah ini loh," ucap Suhndi, ia masih menatap Marton yang masih berada dalam penjara itu.

"Maafkan aku tuan Suhndi, aku hanya ingin melaksanakan perintahmu dengan cepat, nenek itu tidak ingin menyerahkan dua teman anda, jadinya aku--" 

"Sudah, sekarang tidak apa-apa. Mereka tidak perlu dilibatkan, semua akan tetap berjalan sesuai rencana." sela Suhndi pada Marton, sambil membuka sel penjara Marton dengan mudah. 

Marton dan Suhndi mulai berjalan keluar dari rumah Nek Surti, melewati tubuh-tubuh para penjaga yang sudah dibuatnya pingsan, Marton tertegun. "Anda hebat sekali tuan, menghabisi mereka dalam sekejap." ucap Marton sembari melihat-lihat para penjaga yang sudah terbaring di lantai. 

"Jangan dibesar-besarkan, kita harus segera kembali," jawab Suhndi datar.

Mereka sudah tiba di depan rumah Nek Surti, tempat Suhndi meninggalkan Griffon raksasa itu. Mereka segera naik, suasana begitu hening, Larman dan Arwan masih syock tidak bisa berkata-kata apalagi bergerak untuk beberapa saat.

Griffon itu sudah terbang cepat di angkasa meninggalkan kediaman Nek Surti, wajah Suhndi sedikit cemas. Mungkin ia menyesal tidak sempat memberikan penjelasan apapun pada dua sahabatnya itu. Sedangkan Marton tetap beridam diri mencoba mengobati luka-luka ditubuhnya.

Para penjaga yang pingsan mulai tersadar, beberapa dari mereka mencoba berdiri walau masih sempoyongan. "Uhh ... apa yang barusan terjadi ya?" tanya salah seorang diantara mereka.

"Hei ... lihat ini!!" salah seorang dari lorong penjara berteriak memanggil mereka. Banyak penjaga bergegas menuju asal suara itu.

Mereka meihat sel penjara sudah dilubangi, entah bagaimana caranya. Pikir mereka dalam hati, siapa yang cukup kuat untuk bisa membuka sel penjara terkuat di istana ini?

Nek Surti segera menjelaskan semua keadaan yang baru saja terjadi. Para penjaga menahan amarahnya, beberapa dari mereka merasa bersalah karena tidak dapat melindungi majikannya. 

Larman dan Arwan masih memikirkan kata-kata yang tadi diucapkan oleh sahabatnya itu. Ia ingin mereka menjadi lebih kuat, agar tahu kebenaran dunia ini katanya. Entah apa maksud dari perkataannya.

"Larman, Arwan ... kalian harus menjadi lebih kuat, Nenek rasa kalianlah orang-orang yang mampu membuat perubahan baru di dunia BandarSia ini. Walau tidak semua rahasia itu Nenek ketahui selama ini, tapi ada banyak tempat yang bisa kalian jelajahi untuk mendapatkan jawaban," ujar Nek Surti dengan tatapan mata meyakinkan. 

"Kami harus ke mana Nek?" tanya Larman, "apa kami harus melawan sahabat kami itu?"

"Sepertinya begitu Nak, nenek tahu ini berat. Tapi untuk bertahan hidup di dunia ini, kalian juga perlu modal kekuatan untuk melindungi diri kalian sendiri," 

Malam telah tiba, mereka mulai masuk ke kamar masing-masing. Larman dan Arwan seperti biasanya, tidak bisa tidur. Masih terngiang sosok Suhndi dalam pikirannya, tidak pernah mereka sangka sahabatnya kini telah menjadi pemimpin di dunia yang entah mereka pun tak tahu.

"Hei Man," tegur Arwan yang masih berbaring telentang di ranjang sebelah Larman.

"Iya Wan? Kenapa? Kau tidak bisa tidur?" tanya Larman sembari menoleh ke arah Arwan.

"Mana bisa aku tidur," Arwan merubah posisi tidurnya membelakangi Larman, "Sahabat kita, berubah menjadi mengerikan begitu. Entah apa yang ia lakukan?"

Mereka terdiam beberapa saat, Larman tidak tahu harus menjawab apa. 

"Kalau begitu, kita harus jadi lebih kuat," ucap Larman tegas.

Arwan seketika menoleh, "Maksudmu? Kau setuju dengan usulan Nek Surti?" tanya Arwan.

"Iya, Suhndi juga bilang begitu kan? Kalau ingin tahu kebenaran dunia ini, kita harus jadi lebih kuat. Aku ingin tahu ada apa dengan dunia ini sampai bisa merubah orang sebaik Suhndi," jawab Larman tenang.

Arwan terdiam beberapa saat, kemudian mengangguk pelan sebelum akhirnya kembali pada posisi tidurnya.

Keesokan harinya, semua peralatan dan perbekalan sudah disiapkan oleh Nek Surti. Ia bermaksud mengantarkan Larman & Arwan pada sebuah tempat di mana mereka bisa melatih dirinya. Tempat itu bernama Arias, di sana terdapat seorang yang dikenal akan kekuatan energi tubuh yang luar biasa, namanya Alwendi.

"Berhati-hatilah kalian, semoga selamat sampai tujuan ya. Ketika sudah sampai, segera temui seseorang yang Nenek suruh ya." Ucap Nek Surti sambil memeluk mereka berdua.

"Baik Nek, terima kasih untuk semuanya ya. Kami akan berusaha menghubungi Nenek nanti," jawab Larman.

"Maaf kalau kami banyak menyusahkan Nenek," ucap Arwan.

Mereka segera menaiki mobil, berjalan menuju Arias. Ditemani oleh seorang supir dari Nek Surti, mereka menyusuri jalan-jalan berumput, melewati hutan-hutan yang lebat. Di sana mereka juga banyak melihat hewan-hewan raksasa yang belum pernah dilihatnya di dunia asli mereka.

"Wah, binatang-binatang itu ... apa akan baik-baik saja kalau kita melewatinya Pak?" tanya Arwan yang masih terbelalak heran sekaligus ngeri melihat hewan-hewan raksasa itu.

"Tidak apa tuan, mereka termasuk makhluk-makhluk jinak yang mendiami beberapa bagian dunia ini. Semakin lama kalian berada di sini, akan terasa biasa saja nantinya," jawab Pak Supir dengan masih fokus menyetir mobil.

Perjalanan yang mereka tempuh, sudah sampai pada titik temunya. Sebuah gerbang besar bertuliskan Arias sudah nampak dari kejauhan, dari sinilah awal mula petualangan sesungguhnya dimulai.