Nek Surti, Arwan dan Larman kembali ke ruangan tadi, Marton telah ditahan di penjara bawah tanah dalam istana kecil itu. Para pelayan cukup banyak menjaga dan memberikan tatapan marah yang tertahan.

"Heh ... hahaha, kenapa kalian melihatku seperti itu?? Sebentar lagi juga tuanku akan menolongku keluar dari sini. Tunggu saja kalian," ucap Marton diatas kasur penjaranya.

"Kami tak akan membiarkan itu, kau sudah mengacaukan tempat ini!!" tukas para penjaga pada Marton.

Marton dikurung dalam penjara yang memiliki lorong panjang dengan beberapa pintu baja yang kuat. Memang dirancang khusus untuk menahan musuh-musuh yang mengganggu kediaman Nenek Surti.

"Suhndi ... sebenarnya ia hanya ingin mengetahui apa yang ada di balik dunia ini. Ia datang dengan putus asa akan hidupnya, ketika itu Suhndi menumpang beberapa minggu di rumah nenek."

Larman dan Arwan terus menyimak semua cerita Nek Surti dengan serius.

"Suatu hari, ia bertemu lagu dengan Pria berjas hitam itu. Entah apa yang mereka bicarakan ... tapi sejak itu sikapnya mulai berubah, Suhndi jadi lebih murung dan jarang pulang ke sini."

"Apa Nenek tahu kemana dia pergi?" tanya Arwan.

"Nenek sudah mengirim beberapa pengintai dari pelayan nenek untuk melacak jejaknya, tapi mereka kesulitan menemukannya."  jawab Nek Surti.

Mereka terdiam beberapa saat, tampak dari raut wajah Larman dan Arwan yang masih tak puas dengan cerita Nenek. Mereka ingin segera mengetahui keberadaan Suhndi lebih cepat.

"Lalu ... tiga tahun berlalu, beredar kabar bahwa Suhndi sudah menjadi pemimpin dunia ini. Cavalliar, itu sebutan bagi pasukan Suhndi sekarang. Entah apa yang ia pikirkan sampai berani mengirim pasukan kesini." jawab Nek Surti sembari meletakkan tangannya ke kepala.

Mereka sama-sama tak habis pikir, Suhndi temannya. Anak paling pendiam dan baik tiba-tiba menjadi seperti itu. Sepertinya perjalanan mereka akan menjadi lebih panjang dan rumit untuk menyelamatkan sahabatnya itu.

"Tentang dunia ini, kalian juga ingin tahu kan?" tanya Nek Surti dengan wajah serius.

"Iya Nek, sebenarnya dunia apa ini?" kali ini Larman yang bertanya.

"Ini sebuah dunia yang sangat berbeda dengan dunia yang kalian atau lebih tepatnya kita tinggali dulu. Di sini waktu yang berjalan juga berbeda dengan yang ada di tempat kalian, tapi yang terpenting adalah realitas dari dunia ini sendiri." ucap Nek Surti sembari bangun dari tempat duduknya ke arah jendela.

"Dulu ... dunia ini menjadi tempat pelarian bagi mereka, orang-orang yang gagal dalam hidupnya. Kehilangan pekerjaan, keluarga, sahabat, bahkan cinta. Mereka mencoba menemukannya di tempat ini,"

Larman dan Arwan kembali dengan tatapan seriusnya mencoba mencerna semua cerita yang Nek Surti katakan.

***

"Jadi ... mereka berhasil mengalahkanmu ya Marton?" ucap Suhndi pelan. Ia berdiri dan bergumam beberapa saat.

"Tuan Suhndi, apa anda ingin saya yang kesana?" tanya salah seorang bawahannya, yang tampaknya adalah seorang jendral.

"Tidak perlu Hermin, biar aku sendiri yang menemui para sahabatku itu. Tapi ini akan menjadi reuni yang kurang mengenakkan mengingat situasi yang terjadi sekarang."

Suhndi berjalan di lorong istana besarnya, ia diikuti oleh para pelayan dan bawahannya. "Maaf Tuan, apa anda akan menjadikan mereka musuh saat ini?" Hermin mencoba membuka percakapan.

"Ya ... tentu tidak Hermin, aku lebih suka bermain aman sekarang. Tidak perlu lagi mencoba menjadi pahlawan karena saat ini Bandarsia sudah ada ditanganku." jawab Suhndi tenang.

Seekor makhluk besar dengan kepala elang dan tubuh besar berkaki empat dan sayap yang lebar sudah menunggu Suhndi di depan istana, itu adalah seekor Griffon raksasa. Para prajurit juga berkumpul seakan siap berperang.

"Kalian tidak perlu seserius ini, aku hanya akan pergi sebentar. Jaga kastil ini ya Hermin." ucap Suhndi yang sudah berada diatas Griffon miliknya.

"Baik tuanku, hati-hati. Aku bersumpah akan menjaga tempat ini dengan nyawaku." jawan Hermin dengan yakin dan tatapan serius.

Suhndi tersenyum, senyum yang menghangatkan dan ramah. Ia kemudian terbang dan meninggalkan istana beserta prajuritnya. Griffon yang membawanya melaju cepat di udara dengan gagah dan suara yang melengking.

***

"Di dunia ini, segala keinginan bisa saja terkabul. Tapi ... ada harga yang harus dibayar untuk semua itu," kata Nek Surti melanjutkan pembicaraan.

"Apa yang harus dikorbankan untuk itu Nek?" tanya Larman.

"Kebahagiaan di dunia kalian,"

Seketika Arwan dan Larman sedikit tersentak kaget. "Maksud Nenek?" tanya Arwan.

"Iya, jika kalian ingin rumah, mobil barang-barang mahal, istri yang cantik, bahkan hal-hal yang ada di dunia fantasy. Kalian akan bisa mendapatkannya, asalkan kalian memberikan kebahagiaan yang kalian punya. Entah itu ibu, ayah, sahabat atau hal lainnya. Jika semua itu telah habis, kalian tidak dapat kembali lagi ke dunia asal kalian, karena tidak ada lagi yang tersisa."

"Untuk apa semua itu? Siapa yang mengambilnya Nek?" tanya Arwan tak sabar.

"Tadi Nenek bilang, banyak orang-orang yang putus asa kan yang datang ke dunia ini untuk mencari kebahagiaan? Bagaimana dengan itu?"

"Iya, memang rumit menjelaskannya Nak. Terkadang mereka yang berputus asa itu hanya tidak puas saja dengan apa yang mereka miliki saat ini, jadi mereka memilih masuk ke dunia ini untuk memulai hidup baru dengan mengorbankan semua yang mereka miliki di dunia asal," jawab Nek Surti.

"Yang mengambil semua itu adalah pemimpin dunia ini, sebelum Suhndi yang menguasainya. Apa kalian pernah membaca berita tragis sebuah keluarga secara beruntun?"

Larman san Arwan kembali mengingat semua kejadian dan beberapa hal yang mereka ingat selama di dunia asli mereka.

"Ah ... aku ingat, ada sebuah keluarga. Istrinya tiba-tiba hilang entah kemana. Lalu suami, anak-anaknya tiba-tiba meninggal. Rumah dan semua harta bendanya juga ikut ludes terbakar. Semua terjadi begitu cepat," jawab Arwan.

"Apa itu yang Nenek maksud? Memang beberapa tahun ini banyak berita yang beredar seperti ini, semuanya hampir sama kejadiannya," tanya Larman.

Nek Surti mengangguk pelan, suasana begitu hening. Mereka saling bertatap pandang.

"Nenek paham, kalian masih tidak mengerti dengan semua kejadian dan cerita ini. Tapi lama kelamaan, kalian akan mengerti." ujar Nek Surti mencoba menenangkan mereka.

"Maaf Nek, bagaimana awal Nenek berada di dunia ini?" tanya Arwan penasaran.

Nek Surti tersenyum kecil, semua guratan dan kerutan di wajahnya semakin terlihat. Ia mengambil teh yang ada di hadapannya dan meminumnya seteguk.

"Itu dulunya sebuah kesalahan, nenek sangat bodoh waktu itu Nak. Nenek mengorbankan keluarga dan karir nenek hanya untuk materi semata. Sampailah nenek menjadi seperti ini," ujar Nek Surti dengan wajah lesu.

"Tidak ada yang perlu disesali Nek," celetuk Suhndi.

Semua terkejut, Suhndi sudah berada di sudut ruangan. Tidak ada yang tahu dan menyadari kehadirannya. Semua pelayan Nek Surti dibuat tertidur.

"Suhndi ...." ucap Nek Surti, seakan tak percaya dengan yang dia lihat sekarang. "Bagaimana kabarmu Nak? Kenapa kau jadi seperti ini?" tanya Nek Surti.

"Hei Suhndi, kemana saja kau selama ini? Dan kenapa kau punya pasukan?" tanya Arwan dan Larman mencoba mendekat. Mereka sedikit berlari ke arah Suhndi.

Tapi tiba-tiba langkah mereka terhenti, aura dari Suhndi terlalu kuat, membuat seluruh badan Arwan dan Larman merinding.


Chapter 5

Daftar Chapter 

Chapter 7