"Amir, berangkat ngaji sana!"
"Iya, Mak,"
Suara ibu dari ruang tengah membuyarkan lamunanku yang saat ini sedang belajar untuk ulangan tengah semester dua hari lagi. Dengan sigap tanganku merapikan segala buku pelajaran dan keluar untuk mandi sebelum berangkat.
Aku akan pergi belajar mengaji dengan Ustadz Somad di desa sebelah, walau saat ini baru pukul lima sore tapi aku harus segera bersiap untuk pergi karena jarak desaku dan desa sebelah memang cukup jauh menghabiskan waktu sekitar 40-an menit jika aku tidak salah.
Tapi alasan mengapa aku pergi seawal ini adalah karena medan yang kutempuh cukup ekstrim, sangat ekstrim malah jika sudah malam hari, aku tidak pergi sendirian. Bersama kelima temanku Fajar, Irwan, Syahrul, Ibnu dan Faizi kami biasanya selalu janjian di gerbang desa untuk berangkat. Biasanya kami juga tidak akan pergi sampai genap berenam.
Mengapa kami belajar mengaji begitu jauh? Tentunya karena desa kami yang sangat terpencil dan sangat sedikit tokoh agama di desa, kalau adapun usianya sudah sepuh dan sudah agak sulit untuk mengajar. Alhasil kami harus rela berjalan berkilo-kilo untuk bisa mendapatkan ilmu yang kelak akan berguna di dunia dan akhirat ini.
"Yuk jalan, semua udah lengkap kan?" tanya Syahrul, ia biasa memimpin jalan kami karena Syahrul adalah yang paling besar badannya dan paling berani.
Untuk rute keberangkatan dan pulang kami juga hanya satu jalan, karena jalan lain medannya lebih parah daripada melewati hutan seperti ini, hutan yang cukup rimbun dan pohon yang menjulang tinggi ini akan indah jika disaksikan saat pagi dan siang hari, namun lain cerita jika sudah gelap nanti.
Ketika sampai, seperti biasa aku dan kelima temanku mengambil wudhu, menyiapkan tempat shalat kami di surau kecil itu dan bersiap untuk shalat maghrib. Maklum karena desa tempat kami mengaji ini juga tidak kalah kecil dan terpencilnya dengan desaku. Kondisinya cukup memprihatinkan, lampu bohlamnya masih berwarna kuning dan agak remang-remang.
Atapnya cukup banyak lubang, jika hujan terpaksa kami mengambil tempat yang jauh dari air rembesan. Tapi itu tidak menyurutkan semangat kami untuk belajar, kami juga sangat sayang dengan Ustadz Somad yang ramah dan benar-benar mengajari kami seperti anaknya sendiri. Selain aku dan kelima temanku beberapa anak dari desa ini juga ada yang belajar dengan Ustadz Somad, sungguh enak ya mereka tidak perlu menempuh jarak sekian kilometer untuk mengaji.
Saat pulang mengaji adalah saat yang paling menegangkan, walau kami sudah setiap hari melewatinya tapi kesan gelap dan angkernya pohon itu tidak pernah bisa membuat kami betah berlama-lama menyusurinya, dari surau kami sudah menyiapkan obor agar ada penerangan saat melewati hutan, kami sedikit berlari sambil menengok teman-teman barangkali ada yang tertinggal dan terjadi sesuatu.
Pernah si Ibnu ditarik hantu saat pulang dari mengaji, waktu itu tidak ada terang bulan dan tentu saja menambah kengerian hutan. Ibnu berada paling belakang dari kami dan memang jalannya agak lamban dibandingkan kami berlima.
"Mir, gimana dibelakang? Lengkap kan?" tanya Syahrul yang berada di depanku mencoba memastikan keadaan.
"Oh, aman kok ... Irwan, Faizi, Fajar, Ib ... eh, Ibnu mana?" tanyaku yang baru sadar bahwa Ibnu tidak bersama kami.
Serentak kami berdiam sejenak, melihat sekeliling pepohonan tinggi yang terkena cahaya obor kami. Suasananya mencekam, keringat bercucuran deras, apa yang terjadi pada Ibnu?
"Ibnu! Di mana kamu?!" teriak Syahrul.
"Ibnu ... Ibnu!" kami serempak berteriak mencoba berjalan pelan menyusuri jalan yang sudah dilalui tadi berharap menemukan Ibnu.
Tak lama terdengar suara tangisan yang suaranya familiar, ya itu Ibnu sedang duduk meringkuk memeluk kedua kakinya sambil menangis pelan.
"Nu, ngapain di sini? Kami cariin dari tadi loh," tanya Faizi khawatir.
"Ak ... ku tadi ditarik sesuatu, nggak tahu apaan," jawabnya masih terisak.
"Kenapa nggak teriak?" tanya Irwan.
"Suaraku nggak mau keluar ...." jawab Ibnu.
Akhirnya kami membopong dan membantunya berjalan untuk pulang, gerimis sudah mulai turun. Jika tidak bergegas mungkin saja hujan semakin lebat dan mematikan obor kami, tentunya akan jadi sulit berjalan tanpa penerangan.
Esoknya Ibnu tidak ikut mengaji, masih trauma dengan kejadian kemarin. Sebenarnya hampir semua dari kami juga ketakutan, bayangkan saja kami berlima tapi masih bisa terlepas penjagaannya dan membuat teman kami ketakutan. Entah makhluk apa yang menariknya, tapi aku yakin jika dibacakan ayat kursi pasti akan lari hantu itu.
Pernah juga aku berkata pada Ibu untuk tidak ingin mengaji lagi karena jarak yang jauh dan jalan yang seram, namun Ibu hanya tersenyum dan menasihati dengan sangat bijak bahwa segala kesusahan yang kulalui saat ini Insya Allah akan diberikan balasan setimpal oleh Allah dengan berlimpah.
Akhirnya dengan segenap motivasi dan sedikit keberanian aku memutuskan untuk terus belajar dan menuntaskan belajar ngajiku dengan Ustadz Somad, Alhamdulillah kami berlima terus bersama walau banyak rintangan yang datang tapi kami yakin suatu saat nanti kami akan jadi orang yang sukses dunia akhirat.
[10 Tahun Kemudian]
Kini aku sudah menjadi seorang direktur di sebuah perusahaan besar, tidak terbayangkan memang. Seorang anak dari desa kecil merantau untuk kuliah hingga akhirnya diberikan amanah oleh Allah untuk memimpin sebuah perusahaan.
Barulah saat ini aku teringat ucapan dan nasihat Ibu dan Ustadz Somad soal belajar mengaji. Itu akan memudahkan setiap langkah kaki kita dan mudah tercapai segala hajat. Kelima temanku juga menjadi orang yang sukses, Ibnu yang dulunya pernah ditarik hantu kini menjadi pengusaha sukses. Syahrul kini punya sebuah restoran di kota besar dengan puluhan cabang, Faizi sekarang sudah jadi kepala polisi di kota lain dan Irwan sukses menjadi dokter yang terkenal.
Itulah hal yang kami dapatkan dari sepulang mengaji.
5 Komentar
Ini namanya bersusah-susah dahulu akhirnya senang kemudian.
BalasHapusSerem ya kalo lewat hutan apalagi kalo malam hari dan tidak ada lampu senter, sepertinya yang menarik Ibnu itu makhluk halus, tapi makhluk apa ya?
Mungkin sejenis genderuwo atau jin penunggu di sana Bang.
HapusMemang seram Bang, ini salah satunya terinspirasi dari Pengalaman Ibu saya belajar ngaji dulu.
Oh, zaman dahulu memang serem ya, masih banyak makhluk halus yang culik anak kecil.
HapusZaman sekarang juga sih, banyak anak kecil diculik oleh makhluk halus seperti tiktok dan YouTube.😂
cerita yang sangat bagus mas, bisa jadi pelajaran buat kita, untuk tetap berusaha keras meski jalan yang di lalui sangat sulit.. baru setelahnya busa bersenang-senag :)
BalasHapusTerima Kasih Bang Khanif
HapusAlhamdulillah jika bisa bermanfaat hehe