Dalam waktu singkat pertarungan sengit terjadi, Arwan yang saat ini berhadapan dengan Telaf mulai melancarkan serangan. Telaf sulit menghindari segala pukulan cepat yang dilancarkan padanya namun dengan cepat ia membuat tameng keras dari akar raksasa. 

Di sisi lain, Larman beradu kekuatan dengan Matju. Dewa air itu menyemburkan air yang banyak dari mulutnya dan membuat Larman harus menghindar kalau tidak ingin terseret. Sementara itu Tubas hanya diam memperhatikan pertarungan kedua temannya itu, mungkin ia sedang menganalisa kemampuan dua petarung itu sekarang.

Telaf membuat pedang kayu keras raksasa yang segera digunakan untuk menyerang Arwan, dengan sigap dan cekatan dapat dihindari oleh Arwan. Namun akar-akar tajam juga datang menyerang dari bagian belakang mencoba menghujam Arwan.

"Putaran Energi!" tubuh Arwan berputar bagai gasing melontarkan dan menghancurkan akar-akar Telaf. Telaf tak tinggal diam, sekarang ia maju menerjang. Ia tahu serangan jarak jauh miliknya tidak terlalu kuat untuk mengalahkan lawannya kali ini.

Arwan yang sadar akan hal itu segera masuk ke mode aura, ia mengobarkan aura merah dan maju untuk berhadapan dengan Telaf. Di sisi lain, Larman mulai terbiasa menghindari segala bentuk serangan Matju yang datang padanya. Air yang keluar dari mulutnya memang merepotkan, tapi kini Larman tahu kelemahan Matju yang tidak dapat bergerak bebas saat mengeluarkan serangannya.

"Karena badanmu besar, jadi kecepatanmu harus dikorbankan ya Dewa Matju?" tanya Larman yang saat ini telah maju dan sedang berada di hadapan Matju.

Brak, Bruk!!

Pukulan bertubi-tubi dilancarkan Larman, pukulan yang tidak terlalu kuat namun cepat dan efektif untuk membatasi pandangan dan gerakan musuh. Matju terlihat kewalahan menangkisnya hingga akhirnya ia terpental cukup jauh akibat serangan Larman.

Tubas tak bergeming melihat Matju yang terbaring akibat hantaman tadi, ia hanya sedikit mengernyitkan matanya. "Kenapa anda tidak ikut bertarung Dewa Tubas? Anda meremehkan kami?" tatapan Larman serius, ia berusaha tegar walau sebenarnya takut Tubas akan menyerang secara tiba-tiba.

"Kalau kami bertiga bertarung bersama dan serius sejak awal, mungkin kalian tidak akan bertahan walau lima menit," jawab Tubas dengan tenang. "Hei Matju, kenapa kau tidak lebih serius? Lihat Telaf di sana, anak itu sampai mengobarkan auranya untuk menghadapi Telaf." tunjuk Tubas.

Matju kelihatan sudah berdiri, tidak ada luka yang serius di tubuhnya. "Yaaah, mungkin kau benar Tubas. Baiklah, mari bernostalgia." air di sekitar Matju kini mulai membungkus tubuhnya, semua luka yang ia dapat dari Larman kini telah sembuh tak berbekas.

"Apa? Dia bisa menyembuhkan luka secepat itu?" Larman terkejut bukan main. "Kalau begini, aku juga perlu serius,"

Aura milik Larman telah diaktifkan, berkobar bagai api yang berwarna biru. Air mukanya juga berubah lebih serius, kedua petarung itu kini telah bersiap dengan kuda-kudanya. Hanya tinggal menunggu waktu sampai mereka berbenturan.

Matahari mulai naik, sekitar jam 10 pagi sudah mereka bertarung. Semakin lama bertarung Larman dan Arwan tahu keberuntungan mereka semakin kecil, apalagi tujuan sebenarnya bukan mengalahkan tapi melewati lembah agar dinyatakan lulus ujian dari para dewa. 

Larman maju dengan gesit, Matju pun tak kalah brutal menerjang. Hantaman demi hantaman terjadi akibat dari pukulan dan tendangan kedua belah pihak, saat Larman mengambil pijakan untuk berdiri dan bersiap menyerang, ia tiba-tiba merasa pijakannya licin, dan segera terjatuh.

"Aduh ... kenapa ini?" Larman baru sadar bahwa di sekelilingnya adalah air dari bekas serangan Matju yang kini hampir merendam sebagian besar medan pertarungan mereka. "Airnya sangat banyak!"

"Kalau di air, kecepatanku tidak ada yang dapat menandinginya. Bersiaplah kau!" Matju datang dengan cepat bagai kilat yang menyambar, kakinya bersatu dengan air yang ada di tanah.

Buak!!

Sebuah pukulan berhasil ia lancarkan ke tubuh Larman hingga terpental ke udara, saat Larman mencoba membuka mata dan mulai mengambil posisi, tiba-tiba Matju sudah berada di dekatnya. Kini seluruh tubuh Matju telah bersatu dengan airnya, pukulan bertubi-tubi diberikan untuk Larman.

Larman terdesak, jatuh ke bawah tanah yang masih terendam air, beruntung tidak ada tulangnya yang patah. Tapi semua luka yang diakibatkan Matju tidaklah main-main, kini Larman mulai bangkit kembali mengambil posisi. Namun, ia merasa tak dapat bergerak, kakinya seakan diikat sesuatu.

"Tarikan Air." ucap Matju sembari menggerakkan tangannya.

Dari air yang mengikat kakinya Larman ditarik bagaikan ditarik sebuah tali yang kuat dan besar, Larman dihempas dan dibanting dengan brutal oleh Matju yang mengendalikannya.

"Huahaha ... di mana tekadmu tadi Nak?" ejek Matju.

Arwan dan Telaf kini melakukan pertarungan jarak dekat. Pedang Telaf kini menjadi tantangan terbesar Arwan, walau ia cukup cepat untuk menghindar, namun itu juga berarti ia tak bisa menyerang dengan leluasa. Apalagi tameng raksasa Telaf yang dapat dijadikan alat untuknya menyerang Arwan.

Ketika Arwan melihat celah, ia segera meluncur maju mencoba menyerang, namun Telaf dengan cepat menghadapkan tamengnya. "Ck, aku tidak bisa begini terus ...." gumam Arwan.

Telaf mulai mengayunkan pedangnya saat Arwan berpikir cara untuk mengalahkannya, hampir saja ia terkena. Namun, Arwan disambut oleh akar keras besar dari sisi kirinya dan membuatnya terhempas cukup jauh.

"Apa yang kau pikirkan anak muda? Apa hanya segini kemampuanmu?" tanya Telaf agak heran.

Arwan yang baru saja mendarat, mengaduh kesakitan. Cukup keras serangan tadi yang ia terima, kini para Dewa mulai serius berhadapan dengan mereka. Aura para Dewa terasa samar-samar oleh Larman dan Arwan, sangat kuat dan menusuk seakan sedang memberi peringatan untuk tidak macam-macam.

Di sisi lain, Larman baru saja sadar setelah tadi hampir tak sadarkan diri akibat serangan Matju. "Mereka ... sungguh kuat, apa kami bisa melakukannya?"

"Huuftt ... fuuh ...." Larman mencoba tenang, kini ia berusaha menstabilkan aliran auranya lewat napas. Di sisi lain Arwan juga melakukan hal yang sama. Mereka teringat pesan gurunya, bagaimanapun musuh kalian, kalian harus tenang. 

Matju kembali bersemangat, tubuhnya telah ia renggangkan untuk menerima serangan selanjutnya dari Larman, begitu pula Telaf. Arwan dengan aura merah dan Larman dengan aura biru yang sedang dikobarkan, membuat angin seakan tertarik disekitar kedua petarung muda itu.

"Mungkin kau akan menyerangku dengan kekuatan penuh? Tapi kurasa itu tak akan berhasil Arwan." Telaf dengan cepat maju mencoba menyerang, begitu pula dengan Matju.

"Tombak air." air yang ada di sekitar Matju berubah menjadi benda tajam yang panjang dan berjumlah banyak, kini hanya tinggal menunggu waktu sampai Larman terkena serangan itu.

"Sekarang ARWAAN!" teriak Larman.
"Ayooo!" sahut Arwan.

Tidak disangka mereka berdua menuju satu titik, menuju tempat terdekat dan itu berada dihadapan Tubas walau mereka tidak bermaksud menyerang Dewa batu itu. Telaf dan Matju tak habis pikir dengan gerakan tiba-tiba yang dilakukan mereka.

Segera setelah mereka bertemu, tangan kiri Arwan dan tangan kanan Larman bersentuhan, mencengkeram. Hal tidak terduga terjadi, kini aura milik mereka berwarna ungu.