Aku sangat pantang menangis, ya walau aku perempuan tapi sifat tomboi sedari kecil telah melekat dalam pribadiku. Aku sangat sulit untuk menangis, entah karena aku dididik keras atau karena memang hatiku yang keras? Aku tak tahu.
Setiap hari, pergaulanku cukup bebas walau tidak separah teman-teman perempuanku yang lain. Setiap malam ikut kelab dan pulang dekat subuh, itu karena ayah dan ibuku cukup ketat dalam membatasi jam malam anak perempuannya ini. Walau begini, aku orang yang cukup pandai urusan agama, beberapa surah di Al-Qur'an aku hafal dan urusan shalat lima waktu juga tidak tinggal, paling hanya ibadah sunnah yang masih bolong-bolong.
Sebagai perempuan, tentunya ayah selalu overprotektif dalam menjagaku, maklum aku anak perempuan satu-satunya di keluarga ini, tomboi pula. Walau begitu kadang aku cukup risih ketika setiap mau pergi dengan teman selalu dikomentari kerudungku.
"Aisyah, jilbabmu kok pendek begitu? Ganti sana, kalau laki-laki melihat bagaimana?" ucap ayah yang merasa risih melihatku.
Tapi aku tidak berani membantah apapun perintah orang tuaku, tomboi begini aku sangat menghormati orang tua. Mungkin itu salah satu sisi baik diriku.
Untuk urusan pertemanan, memang teman-temanku tidak hanya perempuan tapi juga banyak yang laki-laki, beberapa dari mereka pernah jadi pacarku, dan selalu aku yang minta putus dari mereka karena merasa tidak cocok dalam beberapa hal. Senakal-nakalnya aku, tidak pernah kuizinkan pria manapun menyentuhku karena itu berhubungan dengan kehormatanku sebagai wanita.
Mereka juga memang tidak akan berani, karena itu tadi. Aku terkenal tomboi dan tidak suka pada lelaki hidung belang. Dalam kuliah aku cukup pintar, tidak jarang hasil yang kudapatkan selalu A atau B. Mirip dengan golongan darahku yang AB+.
Satu hal yang mengubahku secara total adalah peristiwa di mana aku harus merelakan ayahku tercinta pergi untuk selama-lamanya menghadap Allah, selama detik-detik terakhirnya aku bersama ayah dan terus kupegang erat tangannya. Ia ingin agar aku merubah segala sikapku dan mulai menjadi seorang perempuan pada umumnya, ia ingin aku menjadi seperti ibuku yang sholehah.
Air mata yang selama ini tidak pernah keluar akhirnya jatuh juga berderai dengan suara tangis yang memenuhi seisi ruangan, aku dan ibu merasa sedih dan terpukul dengan kepergian lelaki yang sangat kami cintai, dialah cinta pertamaku.
Sejak saat itu, aku mulai berubah. Dari pakaian, sikap, teman dan banyak hal lain aku ubah bertentangan dengan sifatku yang dulu. Tentunya ibu juga ikut membimbing agar aku tidak salah jalan untuk kedua kalinya. Sampailah dua tahun perubahan ini kujalani, kini aku semakin paham kenapa ayah ingin aku berubah. Untuk kebaikan diriku dan tentunya untuknya yang kini ada di alam Barzakh.
Pernah suatu saat aku terkagum dengan akhlak seorang lelaki, setelah kucari-cari informasinya rupanya ia adalah teman seangkatanku semasa kuliah dulu. Parasnya sungguh tampan, begitu pula dengan akhlaknya yang terpuji, melihat dia bagaikan melihat Rasulullah saja. Tentunya aku berkeinginan jika ia ingin memperistriku, tapi aku juga tahu diri.
Aku mungkin bukan sosok perempuan yang cocok untuk lelaki sesempurna dia, jadi semua perasaan ini hanya kusimpan dalam-dalam. Sambil terus berdoa dan memperbaiki diri.
Hingga suatu hari, ibu menanyakan perihal kesiapanku untuk menikah, awalnya aku merasa enggan. Namun ibu meyakinkanku bahwa pria ini sangat baik dan cocok untukku, maka aku pun mulai tertarik, ketika ibu menyebut namanya Hussei.
Aku langsung terperanjat, senang bukan main dan bersyukur. Kupeluk ibuku dengan erat, air mata kembali menetes. Tidak ada lagi Aisyah yang sukar dan pelit dengan air matanya, kini yang ada hanya kebahagiaan yang tidak ternilai. Mungkin ayah di sana akan senang aku mendapat seorang lelaki yang sholeh dan baik untuk menjadi imamku.
Itulah tangisanku, pertama ketika aku lahir, kedua ketika aku bertaubat dan ketiga saat aku mendapatkan lelaki yang sangat kuidamkan.
CerPen ini merupakan trilogi dari cerita pendek lainnya, silakan baca 2 kisah lainnya ya tapi tidak perlu berurutan kok bacanya :
5 Komentar
Ya Allah, air mata Aisyah rupanya Mahal.
BalasHapusMenyentuh sekali
Terima Kasih Kak
HapusThank you very much.
BalasHapusHopefully we can continue to entertain and visit each other
Keren karya tulisnya.. salut 👌👌
BalasHapusTerima Kasih Bang
Hapus