![]() |
Gambar : @Fool (Telegram Channel) |
Kasihan, mungkin itu yang
terbesit di hati kita jika melihat keadaan atau situasi orang lain yang terasa
menyedihkan atau sedang berada dalam kedukaan. Contohnya jika kita sedang
melihat seorang penjual koran yang ternyata hanya memiliki satu lengan, dia harus
terus mencari nafkah untuk keluarganya di rumah degan berpeluh keringat di
bawah teriknya sinar matahari.
Atau jika kita melihat pengemis
di pinggir jalan duduk hanya beralaskan koran dan menengadahkan tangan pada
orang-orang yang lalu lalang dalam kesibukan. Pakaiannya lusuh, rambutnya
kusut, kulitnya gelap karena sering terbakar sinar matahari. Terkadang semakin
iba ketika pengemis itu membawa sang anak yang masih kecil dan harus berjibaku
meminta-minta bersama orang tuanya.
Mungkin juga kita bisa kasihan
terhadap petugas kebersihan di suatu kantor atau tempat ibadah yang ternyata
penyandang disabilitas yaitu tuli dan bisu. Menggunakan bahasa isyarat untuk
berkomunikasi pada orang-orang sekitarnya yang belum tentu semuanya mengerti
maksud perkataannya, belum lagi ketika kita melihat beberapa dari mereka
menertawakannya dari belakang atau malah menatap sinis dan jijik pada orang
itu.
Banyak sekali fenomena ini
terjadi di sekitar kita dan setiap dari kita pun memiliki respon berbeda. Ada
yang tidak acuh, ada yang bersimpati, ada pula yang berempati. Namun tidak
jarang ada yang mengumpat mereka entah secara langsung atau tidak. Jika kita
kembali merenungi, mencoba melihat hal ini lebih dalam hingga sampai ke hati
kita sendiri mungkin beberapa pertanyaan akan muncul.
Apa mereka bahagia?
Kenapa mereka bisa begitu?
Kenapa Tuhan mempertemukan kita
dengan mereka?
Apa kita juga termasuk orang yang
patut dikasihani?
Dan masih banyak lagi pertanyaan
yang mungkin terbesit di benak kita. Terkadang menerka-nerka sendiri mengenai
mereka, “Mungkin dia dulunya jahat, makanya sekarang kejahatannya kembali pada
dirinya,” atau, “Kasihan dia, mungkin dia begitu karena orang lain.”
Bisa jadi Tuhan mempertemukan
kita dengan orang-orang ini agar kita selalu bersyukur dan mengambil pelajaran
dari orang-orang itu. Tapi apakah kita sadar bahwa definisi kata ‘kasihan’ itu
memiliki arti dan makna yang luas dan bersifat relatif? Mungkin kita berpikir
kata itu hanya ditujukan untuk mereka saja tapi kasihan juga bisa dikaitkan untuk
kita yang mungkin tidak dapat membantu meringankan beban mereka atau ketika
kita tidak dapat melakukan hal yang seharusnya bisa kita kerjakan.
Mungkin menurut kita orang-orang
yang pekerjaan remeh temeh seperti menyapu jalanan, membersihkan toilet umum,
menjual koran di lampu merah itu sesuatu yang perlu dikasihani tapi apakah itu
sepenuhnya benar? Bisa saja mereka dengan pekerjaan dan kondisi hidupnya itu
dapat membawa kebermanfaatan dan menghidupi keluarganya, sedangkan kita yang
melihatnya saat itu belum memiliki pekerjaan atau pendapatan.
Banyak juga hal dan contoh lainnya, biasa kita bisa melihat para penyandang disabilitas meraih juara dengan kerja keras dan ketekunannya yang di mana kita juga dapat melakukannya tapi terhalang satu dan lain hal. Relatif, mungkin itu yang dapat mendasari istilah ini karena banyak hal yang bisa dikasihani dan ada juga yang tidak. Jadi, apa kita sedang mengasihani orang lain, atau malah patut dikasihani?
30 Komentar
Betul juga ya kang, mungkin kelihatannya pekerjaan mereka seperti menyapu di pinggir jalan itu kasihan karena kelihatan kekurangan.
BalasHapusTapi siapa tahu saat menyapu mereka menemukan dompet yang berisi uang banyak.😅
Iya Gan, siapa yang Tahu Kan??
HapusHehehe
Terima Kasih sudah berkunjung Gan
sepertinya hidup memang harus pandai beryukur ya mas, karena di luar sana ada begitu banyak orang yang mungkin tidak seberuntung kita
BalasHapusIya Bang, banyak hal yang terjadi di dunia ini soalnya 😎👍
Hapusmemang kadang kala orang yang terlihat di mata kita kurang beruntung...tapi siapa sangka ternyata mereka jauh lebih bahagia dari kita yang beruntung ya teddy...karena ada sebagian diantara mereka yang hidup nrimo dengan segala keterbatasan yang ada tapi juga ga cuma berpangku tangan...alhasil justru itulah yang menurutku merupakan pribadi pribadi yang memiliki point lebih :)
BalasHapusBenar sekali kak Pratiwi, banyak yang bisa kita maknai jika sedikit merenungi arti keberadaan diri dan orang lain.
HapusSaya pernah ngobrol dengan tukang sapu kantor saat jamnya istirahat. Saya sempat menanyakan berapa gaji yang dia terima. Dengan semangat dan berapi2 dia menjelaskan 1,5 jt per bulan. Dari pancaran wajahnya, saya yakin wanita tengah baya itu bahagia dengan besaran gaji yang dia terima. Jadi gak salah kalimat yang biass meluncur dari bibir orang kini, "bahagia itu sederhana." eh .... Nyambung gak ya? komennya. Selamat malam Mas Teddy
BalasHapusMasya Allah Nek, sangat menginspirasi ceritanya. Nyambung kok Nek hehe.
Hapus"Bahagia itu Sederhana"
Selamat Malam juga ya Nek
Hidup berdampingan dengan mereka, utamanya mengasah empati kita ya Teddy, tapi tak jarang mereka pun ada yang lebih sukses dari kita hihi
BalasHapusIya Kak Mbul, di atas langit masih ada langit hehe.
HapusBeberapa waktu lalu Teddy ada nemu video anak sultan yang penampilannya biasa aja tapi suka menyambut orang-orang masuk masjid dan membenarkan sandal-sandal di sana.
Saya orangnya gampang kasihan sihh walaupun sebenarnya orang yg saya kasihani bahagia dengan hidupbya yg seperti itu...
BalasHapusIya Bang, sama Teddy juga mudah Kasihan.
Hapus"Kasihan" ini sangat luas banget. Suku kata dikit tapi maknanya ambigu dan punya nilai yang berbeda di tiap orang. Kalau kata orang linguistik namanya Relativitas Makna. Menariknya itu kadang kita suka banget ngerasa kasihan sama orang dari penampilan luarnya (kayak misal ya penyapu jalanan, OB dan lainnya) padahal ya belum tentu juga semua seperti itu. Dan aku setuju, bahwa bisa jadi kita perlu mengasihani orang itu, atau kita yang patut dikasihani orang? Atau yang sering disangkal.....
BalasHapusApa kita sedang mengasihani diri sendiri?
:D
menurut kita bisa saja kasihan... tapi ternyata ada pengemis yang hartanya di kampung melebihi kita yang masih ngontrak kamar seuprit, uangnya yg dibawa di badan, melebihi tabungan di rekening saya
BalasHapusjadi yg harus dikasihani, bukannya sebenarnya saya?
Dulu aku mudah kasian dengan orang2 yg mengemis di jalan mas. Tapi makin kesini, makin ga respect dan susah untuk kasihan. Soalnya banyak banget case yg tenyata itu hanya sindikat. Apalagi kalo bawa anak, jujur langsung ga tertarik mau kasih uang. Banyak lah beritanya, anak sampai dibius biar anteng selama ortunya minta2.
BalasHapusJadi aku lebih ikhlas kasih uang ke orang2 yg masih mau kerja, drpd ke pengemis. Penyapu jalan, pedagang kecil, mereka masih mau usaha untuk mendapatkan uang. Yg begini yg patut dibantu
Soal kasihan, ada cerita lucu, pas ngetap kartu KRL aku liat saldo org di depanku tinggal 8000, trus aku mbatin "kasian", eh pas giliran aku ngetap, kartuku ternyata sisa 2000 wkwkwkwk, ternyata aku lebih kasihan =))
BalasHapusGitu juga pas beli2 di pedagang yaa sewajarnya aja deh, krn keknya kadang mereka di desa punya rumah dan sawah berhektar2 hihihi.
Btw di era sekarang kadang aku ngrasa agak mulai milih2 kasihannya, lebih memilih membantu ke yang emang butuh (bisa lewat lembaga filantropi, masjid, donasi di lembaga yg dikenal). Pengemis di jalan aku ngliatnya udah kek gak relate, apalagi yang bawa bocah/ bayi ke mana2, kek mereka cuma manusia2 yang mengeksploitasi anak kecil demi keuntungan.
Kita ndak bisa melihat orang hanya dari penampilannya aja, alias sekilas begitulah. Sebab bisa aja malah dia penghasilannya lebih banyak dari kita, atau malah pangkatnya lebih tinggi dari kita. Jadi ya kalau mengasihani sesuatu, bisa ditelaah dulu sih, kecuali memang nawaitunya untuk berbuat baik
BalasHapusMerasa kasihan itu wajar sekali ya. Saya juga sering merasa kasihan pada orang yang menurut saya kurang beruntung. Padahal belum tentu orang tersebut merasa kurang beruntung seperti yang saya pikirkan.
BalasHapusKarena itu saya sebisa mungkin juga tidak mengasihani diri sendiri. Bersyukur dengan hal-hal sederhana yang kita miliki itu penting.
Biasanya aku kasihan dgn abang2 Gojek atau Grab yg harus berpanas2 menembus kota Surabayaa, makanya lantaran "kasihan" gitu aku kasih tip.
BalasHapustapi kalo orang2 kek pengemis, pengamen, apalagi tukang parkir, hufttt aku ngga bs ngerasa kasihan. dah kebas :)
Kalimat penutup yang bikin berpikir. Apakah di mata orang lain, aku pun terlihat kasian atau gimana yak. Secara kalau lagi ngerjain kerjaan kadang keringet sejagung-jagung buat ngejar-ngejar momen buat di jepret dan take video. Mungkin pas momen kayak begitu bisa aja orang menganggapnya sebagai "waduh kasian mba nya kerjanya capek, panas"
BalasHapusBut, saya bersyukur karena di setiap orang masih ada rasa kasian terhadap sesama yang sepintas terlihat lebih kesulitan dan kesusahan artinya masih ada empati dalam diri.
Kemudian, melihat yang dibawah tentu kasihan dan jadi berkaca diri. Melihat yang lebih atas, jangan mudah iri.
Sebagai pengulik makna, setiap hal punya lapisannya. Aku sendiri terbiasa melihat sesuatu sering pada kedalamannya. Seperti kata kasihan, konteksnya apa.
BalasHapusKalau konteksnya pengemis, tergantung orangnya bagaimana. Kalau soal tidak normal tubuhnya, banyak punya keistimewaan sama tapi tidak memilih itu. Tetapi semuanya punya alasan. Jadi kalau aku melihatnya lapisan peristiwa, mungkin itu sebabnya kadang orang melihat aku cukup kejam.
Soal mengapa mereka-mereka dalam kondisi terlihat "kasihan" kalau pandanganku, semua hanya soal pilihan. Jika tidak bisa memilih tetapi bagaimana sikap mereka berada dalam keadaan itu. Belum tentu mereka yang tukang bersih-bersih bahagianya lebih rendah dari yang pekerjaannya sambil tawa tiwi di coffee shop.
Siapa tahu orang yang turun dari BMW lebih butuh dikasihani, karena tidak bisa tidur karena bisnisnya diambang kebangkrutan, sedangkan dia perlu memikirkan seribu karyawannya akan tertutup rejekinya kalau perusahan ditutup.
Biasanya, aku memaknainya dengan "Mengapa aku dipertemukan dengan orang-orang tersebut?"
BalasHapusKarena beberapa kontemplasi, melihat sekeliling kita, seringkali berpikir bahwa "Manusia di dunia ini banyaaaakk sekali yaa.."
Tapiii.. dari sekian banyak manusia ini, kenapa Allaah takdirkan aku bertemu dengan orang tersebut, yang mungkin dimataku tampak "Kasihan"?
Kudu ditelaah lebih dalam lagi, bahwa memang kita gak boleh hanya berfokus pada kekurangan diri sendiri. Merasa cukup di segala suasana itu penting, sehingga kita menjadi orang yang mudah bersyukur atas segala nikmat.
Huhuu, buat saya pribadi nih Mas, soal rasa kasihan baiknya dilanjutkan jadi doa dan kalau memang dalam keadaan lapang kita bisa bantu dengan tulus.
BalasHapusTapi kalau ternyata cuma sebatas asumsi, lebih baik kita simpan dulu dan belajar buat gak gampang menghakimi.
Karena sering terjadi malah orang yang kita anggap “kasihan” justru lebih kuat atau lebih beruntung dari kita >.<
Dalam kehidupan sehari-hari, saya selalu bertemu dengan orang seperti itu. Awalnya saya Memnag kasihan. Tapi lama-lama say justru salut dengan orang-orang yang terus semangat berjuang untuk untuk mencari nafkah di tengah keterbatasannya. Dan hal ini membuat saya semakin bersyukur dengan kehidupan saya. Sebaliknya saya Saya justru tidak simpati dengan orang-orang yang mengandalkan kekurangannya. misalnya untuk mengemis karena kekurangan ekonomi. Padahal badannya sehat dan masih kuat untuk bekerja.
BalasHapusWah, takut banget ya jadi bahan bersyukur orang lain, lagi makan sendirian eh tiba-tiba jadi konten orang lain dan muncul di medsos seram sekali.. kalau aku paling berdoa untuk orang itu atau kalau bisa bantu ya bantu misal di medsos ada yang jualan lagi BU, atau minimal ku RT postingannya biar banyak yang lihat
BalasHapusAku kasihan dengan diriku sendiri
BalasHapusSoalnya belum mampu untuk berani menyuarakan apa isi kepalaku
Selalu merasa konflik itu menyesakkan ketika bicara
Ah... sama kasihannya mungkin dengan mereka di luar sana dengan keterbatasan tapi negara tak punya solusi
Unik pembahasan kasihan ditinjau dari berbagai sudut pandang. Setiap orang punya pendapat nya masing-masing sih dan itupun tidak salah kok
BalasHapusSekarang saya jarang kasihan lihat pengemis
BalasHapusSebab uda banyak berita bahwa mereka mengemis itu jadi pekerjaan, bukan karena kesusahan
Bahkan pengemis banyak yang kaya raya
Bener juga ya, kadang kita ngerasa kasihan sama orang lain padahal bisa jadi justru kitanya yang lagi kurang peka, kurang bersyukur, atau malah nggak bisa ngasih manfaat buat sekitar. Jadi kayak ditampar halus, jangan gampang ngecap hidup orang lain itu menyedihkan. Toh belum tentu mereka ngerasa gitu, malah bisa aja mereka lebih kuat dan berarti dibanding kita. Jadi ujung-ujungnya bukan soal siapa yang harus dikasihani, tapi lebih ke gimana kita belajar ngaca dan lebih manusiawi aja sama sesama.
BalasHapusBener sih, kasihan itu relatif. Kadang kita kasihan dengan kondisi seseorang, tapi padahal yang menjalani ya biasa aja. Kita kasihan karena kondisi tersebut jauh di bawah standar hidup kita yang biasanya. Berhubung yang menjalani memang sudah biasa seperti itu, ya mereka biasa saja.
BalasHapusWalau kadang dari perasaan kasihan tersebut kita jadi bisa bersyukur. Tapi aku juga lagi berlatih supaya kalau mau bersyukur ya bersyukur dengan apa yang kita dapatkan saja, bukan dengan membandingkan kondisi dengan orang lain. Sulit karena dari kecil kayak terbiasa melihat yang kita anggap di "bawah" untuk bersyukur, hiks :'(