![]() |
Gambar : @betossauro (Telegram Channel) |
Hari ini adalah hari yang penting bagi sekolah Tunas Raya, kenapa? Karena baru saja pihak sekolah mengumumkan bahwa dalam kurun waktu satu bulan lagi akan diadakan lomba antar kelas, atau biasa yang mereka sebut Class Meeting. Tentunya respon para siswa dan guru berbeda-beda, ada yang tak acuh dengan hal ini karena memang mereka tahu siapapun di kelasnya tidak ada yang bisa diandalkan dalam lomba-lomba kelas setiap semesternya.
Ada yang merespon dengan biasa saja, asal sekadar ikut lomba. Menang kalah biasa saja baginya. Ada pula yang merespon dengan sangat senang, ini adalah kelas yang memang sebagian besar muridnya kompetitif, terkenal juara dari semester ke semester dalam hal ini. Guru-guru juga beragam responnya, tapi jika dilirik lebih jauh guru yang menjadi wali kelaslah yang paling mempengaruhi prestasi non akademik kelas bimbingannya itu.
Ada tiga jenis kelas setiap semester yang selalu menghiasi lomba sekolah yang diadakan setahun dua kali ini, pertama adalah kelas dengan pencapaian terbaik dan cemerlang, kedua kelas dengan prestasi yang biasa saja, terakhir kelas yang mungkin tidak pernah menang sedari dulu, kalaupun menang paling hanya sampai juara tiga.
Semua
siswa di sekolah itu tahu siapa saja bintang lapangan itu, walau tidak
seterkenal atlet nasional tapi cukup memberikan pengaruh besar pada strata
sosial mereka dalam lingkungan sekolah. Tapi mungkin ada yang tidak tahu apa
saja yang perlu para bintang itu lewati untuk bisa mencapai posisi puncak.
Mereka latihan berminggu-minggu tanpa henti, saling koordinasi sesama teman
kelas, menanamkan ikrar di hati mereka bahwa harus menang tanpa terkecuali.
Sisi
gelapnya, semua itu bukan murni dari keinginan siswa di kelas itu, kita sebut
saja kelas Bintang. Kelas ini memiliki wali kelas yang sangat terobsesi untuk
menjadi yang terbaik, setiap ada murid di kelasnya nakal dan tidak menjadi
panutan untuk murid lain maka sang wali akan memberikan hukuman yang mungkin
tidak pernah terbayangkan teman-temannya dari kelas lain, menguras bak mandi
sekolah selama sebulan. Jika itu dirasa masih kurang, maka wali kelas akan
menyuruh mereka untuk menjadi pengangkut sampah tiga pekan berturut-turut.
Hal
ini tentunya tidak lepas dari peran wali kelas itu sendiri dimana ia adalah
seorang kepala sekolah, pastinya ini menjadi salah satu penyebab
kediktatorannya.
“Ibu
tidak mau tahu ya, kalian harus menang tahun ini. Kemarin kalian kalah di tiga
lomba. MEMALUKAN!!”
“Maaf
Bu, tapi kami kan dapat juara kedu—”
“DIAM!!”
sela wali kelasnya. “Bangga kalian dapat posisi kedua? Untuk apa Ibu mendidik
kalian kalau hanya itu yang kalian incar?”
Itulah
yang biasa guru itu katakan pada anak-anak muridnya di kelas, hal ini biasa
terjadi setelah pulang sekolah dan sudah sepi hanya menyisakan cleaning service
yang membersihkan ruangan-ruangan kelas dan koridor. Kadang ibu cleaning
service itu merasa iba pada anak-anak itu, mereka diberi beban yang terlalu
besar dan keras di usia pendidikannya yang masih SMP, tapi mau bagaimana lagi,
ia tak sanggup berbuat apapun, semuanya tahu jika sang kepala sekolah sudah
marah maka semuanya dibuat senyap tidak berkutik.
Bagaimana
dengan orang tua dari murid-murid kelas Bintang? Mereka tidak akan protes, sang
wali kelas setiap awal tahun ajaran baru selalu menyiapkan surat pernyataan
kesediaan pada semua wali murid di kelasnya, segala penjelasan dan peringatan
disampaikan oleh si wali kelas itu. Memang kemampuan diplomatis dan komunikasi
guru yang satu ini patut diacungi jempol, membuat semua orang tua murid, ya
semuanya menyetujui secara penuh anak-anaknya di kelas berada di bawah
bimbingan sang wali kelas.
Jadi
tidak perlu lagi merasa heran jika mereka muridnya dibiarkan oleh orang tuanya
untuk mengikuti latihan di sekolahnya bagaikan kerja lembur, terdengar
berlebihan memang karena anak-anak itu masih SMP bukan mahasiswa yang punya
kuasa penuh akan dirinya sendiri dan tidak perlu bergantung pada orang tuanya,
namun begitulah kenyataan yang ada di sekolah Tunas Raya saat ini.
Hari
demi hari terlewati Bersama denganan tekanan yang terus mendera gendang telinga
dan kepala mereka, karena ujian akhir semester telah selesai dilaksanakan jadi selama
sebulan inilah waktu bagi mereka menempa diri dan pikiran untuk perlombaan yang
akan datang. Mereka tidak perlu lagi bahkan tidak dapat lagi memikirkan
nilai-nilai ujiannya karena sebagian besar mereka adalah anak-anak yang cerdas
secara intelektual.
***
Hari
pertandingan tiba, semua murid berkumpul menyoraki kelasnya masing-masing, ada
beberapa yang membawa kamera untuk mengabadikan momen-momen terbaik selama
pertandingan berlangsung.
“Yaaakk,
kelas Bintang memimpin 3 – 1!!” komentator bola baru saja menyebutkan perolehan
skor yang dicapai oleh kelas ‘Dewa’ itu. Ya, selama tiga tahun berturut-turut
mereka yang dibimbing oleh guru itu entah mengapa bisa selalu meraih prestasi
yang gemilang.
“Lomba
puisi, dimenangkan oleeeeh … kelas Bintang!!”
Sekali
lagi, kemenangan kembali diraih dari kelas itu.
“Volley
putra, kelas Bintang!!”
“Tarik
Tambang, kelas Bintang!!”
“Bulu
Tangkis, kelas Bintang!!”
“Balap
Karung, kelas Bintang!!”
Begitulah
gaung-gaung yang terdengar, kelas Bintang terus meraih tonggak kemenangan, wali
kelas mereka selalu tersenyum lebar menerima semua pujian dan sanjungan dari sesama
rekan guru.
“Lomba
lari, kelas Cahaya!!”
Sontak
kebahagiaan sang wali kelas terhenti, jantungnya seakan berhenti berdetak
sesaat. Satu lomba terakhir dimenangkan oleh kelas sebelah, kelasnya mendapat
posisi kedua. Rudi yang bertanggung jawab soal ini, ia harusnya bisa berlari lebih
kencang, namun ia telah lelah, latihan yang berat dan istirahat yang kurang membuat
pandangannya kabur di dekat garis finish.
Dapat diduga wajah sang wali kelas merah padam, ia benar-benar kecewa.
Hari itu setelah semua pembagian hadiah diberikan, murid-murid kelas Bintang tidak ada satu pun yang diperbolehkan pulang. Mereka telah mempersiapkan mental dan badannya untuk segala hukuman yang akan diberikan, suara wali kelas itu kian menggelegar seakan siap memecahkan kaca kelas. Semua yang disana terdiam tertunduk hanya bisa berdoa agar dirinya bisa berusaha lebih baik lagi di semester kedua.
3 Komentar
Mengerikan sekali itu wali kelas
BalasHapusHahah sayang yah targetnya gak kecapai
BalasHapusIya Gan, Hahaha
Hapus