![]() |
Gambar : https://motocross-arts.tumblr.com/ |
Hari ini hujan turun di kotaku,
sudah sejak subuh tadi. Membuatku harus menahan mandi beberapa jam karena
sejuknya udara sekitar, aku selalu suka hujan. Sangat enak dilihat, walau
memang membuat suara berisik karena bergesekan dengan genteng rumahku.
Entah mengapa hujan sudah seperti
mesin waktu bagiku, banyak hal dan kenangan yang terjadi tepat di saat hujan
membasahi saat-saat itu, seperti Tuhan memang mengirimkannya untuk menemani galeri
kenanganku. Saat ini aku sedang memandangi hujan di pelataran rumah, melihat
ribuan atau mungkin ratusan ribu tetesan air yang jatuh menghujam tanah
ditemani segelas cokelat panas kesukaanku.
Banyak yang benci hujan,
alasannya mudah. Mereka tidak mau berbasah-basahan ketika berangkat ke tempat
kerjanya, sekolah atau sedang jalan-jalan mengelilingi kota. Acara yang memang
berlokasi di lapangan atau tempat terbuka juga beberapa akan terhambat dengan
adanya hujan, mungkin apa yang dikatakan mereka ada benarnya, tapi terasa tidak
adil saja bagiku. Hujan membawa berkah, ya banyak yang tahu dan paham akan hal
itu, manfaat hujan secara sains tidak perlu kujabarkan lagi karena kita sudah
belajar itu sejak sekolah dasar.
Dengan adanya hujan, tong-tong
air yang ada di samping rumah dapat terisi, tanaman milik petani juga jadi
lebih merata tersiram karena hujan, tumbuhan dan hewan tentunya bergembira akan
hadirnya fenomena alam yang satu ini. Pokoknya banyak hal yang bisa dilakukan
hujan, termasuk membuat masa kecilku menjadi semakin berwarna.
Hujan kini semakin deras,
membawaku pada saat diri ini masih kecil dulu. Mungkin sekitar SD kelas empat
aku bermain-main dibawahnya. Biasalah anak kecil, berlarian sampai lupa waktu,
hanya berbekal celana dalam atau baju sehelai kami bermain dengan riangnya. Orang
tua juga kadang melarang karena takut aku sakit karena suka bermain hujan,
namun kekhawatiran itu tidak perlu karena aku pernah membaca sebuah artikel di
internet bahwa golongan darah O itu tidak mudah sakit. Walau begitu yang
namanya orang tua pasti melarang, yah mau bagaimana lagi kan?
Hujan kali ini membawaku pada
kenangan masa SMP, dimana saat itu aku sedang menunggu jemputan dari ayahku, ia
sedikit terlambat. Bukan, sangat terlambat malah. Aku mendengus kesal, duduk berteduh
dalam bangunan sekolah. Kemudian ia datang, ya sahabat terbaikku, ia membawakan
makanan kesukaanku, cokelat untuk kami makan berdua, bincang santai kami
dibawah suasana hujan memang begitu mengasyikkan walau kami harus meninggikan
suara ketika mengobrol, hingga tidak terasa mobil ayahku sudah datang merapat
ke sisi bangunan sekolah yang tidak terkena hujan, kami biasa begitu jika
setiap hujan saat pulang sekolah. Ahh masa itu mungkin takkan pernah datang
lagi. Karena ia kini sudah tiada.
Sahabatku itu meninggal karena
kecelakaan dua tahun lalu, saat itu cuaca memang sedang tidak mendukung. Ia berencana
ke rumahku dalam rangka acara ulang tahunku, sudah sejam sejak ia mengirim
pesan untuk datang padaku, namun nahas. Mobil yang dikendarainya menabrak truk
yang saat itu kehilangan keseimbangan, hujan mengaburkan pandangan sang supir
dan menurut laporan polisi supir itu juga dikabarkan mengantuk dan setengah
mabuk. Lucu ya, kami dipersatukan ketika hujan. Berpisah juga dikala hujan.
Salah satu momen yang paling
melekat dalam kepalaku adalah ketika aku menembak pacarku saat itu, namanya Dewi.
Bukan hanya namanya tapi perilaku, gaya bicaranya, sopan santunnya dan parasnya
yang jelita juga hal yang membuatnya pantas diberi nama itu. Alasan kenapa aku
menembaknya dikala hujan, tak lain dan tak bukan karena aku sering melihat
sinetron-sinetron remaja. Mereka menyatakan cintanya di bawah guyuran hujan,
sebagai remaja labil kala itu, tentu aku ingin sedikit mencobanya.
“Mau ngapain sih kita di sini?”
“Maaf Dew, emm … kamu mau ngga—”
“Udah, stop. Aku mau berteduh.”
Dewi segera berlari menutupi kepalanya yang sudah basah karena hujan yang cukup
deras.
Itu sekilas potongan kenanganku
dengan pacarku dulu, tembakannya gagal. Ya tentunya tidak sepenuhnya gagal
karena esok harinya Dewi sendiri yang datang untuk menyatakan perasaannya
padaku. Sambil malu-malu aku menjelaskan padanya alasan kenapa aku melakukan
hal itu kemarin, ia hanya tertawa dan mengatakan bahwa aku terlalu banyak
menonton sinetron.
Begitulah hujan, membawaku pada
atmosfer yang berbeda di setiap detiknya. Senang, sedih, marah, dan banyak lagi
sudah kulalui Bersama hujan, mungkin jika hujan itu bisa berbicara suatu saat
nanti aku juga ingin bercengkarama dengannya, melepas segala penat yang ada,
menatapi bermain kembali dibawahnya, “Sayang, belum masuk? Nanti masuk angin loh,
aku udah masak. Yuk makan,” ucap bidadariku sambil menarik tanganku lembut agar
beranjak dari tempatku duduk.
“Iya sayang, aku kesana.”
8 Komentar
Mantap Ted, terus berkarya.
BalasHapusSyukron Jazakallahu Khoir Jim
HapusHe he .... Nembak pacar belajar di sinetron tv. Sayangnya tembakan pertama gagal. Terima kasih telah berbagi kisah, Mas Tedy.
BalasHapusTerima Kasih sudah membaca Kak
HapusTapi ini bukan kisah saya sih😁😁
Memang Mantap
BalasHapusBagus Tulisannya
BalasHapusBener2 kayak sinetron yah,, klo saat hujan sih boro2 ing masa lalu saya malah ingat jemuran hhihi
BalasHapusIya Gan. Sinetron terlalu banyak Drama hehehe
Hapus