Sumber : Rhysium (Telegram Pixel Art Group)

Ammar memarkir sepeda motornya di parkiran sebuah kaffe besar, tempat ia dan beberapa temannya akan melaksanakan buka puasa bersama. Cukup canggung baginya, karena sudah sekian tahun mereka tidak berjumpa dan bercengkrama seperti dulu.

Ajakan itu datang dari Bojur, salah satu temannya yang paling gendut saat kecil. Ia sendiri cukup terkejut karena Bojur masih mengingat dirinya, jujur saja setelah SMA mereka sudah sangat jarang berkomunikasi satu sama lain, bahkan sempat bertemu di reuni SMA saja. 

Saat itu masih pukul 16.00 sore, sengaja ia datang awal karena diminta untuk menjaga kursi pesanan yang sebelumnya telah dipesan Borju. Ada tiga temannya yang akan datang kelak yaitu Kawir, Jarwo dan tentu saja Bojur.

Sebelum ia menapakkan kaki kedalam kaffe Ammar lebih dulu terperangah dengan besar dan megahnya tempat itu. Lebih mirip restoran namun juga berkonsep seperti kaffe yang suka dikunjungi oleh kawula muda. Ia sendiri agak heran mengapa Bojur dapat memilihkan mereka tempat berbuka puasa di tempat sebagus ini. 

Baik tampilan luar mau pun dalam, semuanya bagus. Dihiasi lampu yang terang dengan suasana hangat yang pekat. Terdapat tiga lantai pula, kebetulan pertemuan bukber hari ini ada di lantai teratas. Mungkin Bojur ingin membuat mereka dapat melihat pemandangan lebih indah kala menyantap hidangan sembari berbuka puasa. 


"Mas Ammar?" Seorang pelayan kaffe menghampiri.

"Iya, saya sendiri,"

"Silakan langsung ke lantai atas ya Mas, sudah disiapkan tempatnya." Kata perempuan pelayan kaffe itu sembari membimbing Ammar menaiki tangga.

Ammar hanya menggangguk sambil terpukau bukan main, di lantai dasar saja ia sendiri dapat merasakan betapa indah dan ramainya pelanggan di kaffe ini. Memang sangat cocok jadi tempat nongkrong atau membicarakan perihal bisnis di kaffe senyaman ini. 

Pegawainya ramah dengan pelayanan yang ia yakini nantinya lebih baik lagi. Melewati lantai dua ia melihat ruangan kecil dengan tulisan 'Musholla' dan tepat disebelahnya juga ada ruangan bertuliskan 'perpusatakaan'. Kini ia tahu dan tidak perlu khawatir jika setelah berbuka akan langsung mencari tempat salat di lantai kedua dan tidak harus keluar kaffe untuk beribadah.

Akhirnya Ammar telah sampai di lantai ketiga. Pelayan mengarahkannya ke sudut ruangan bersekat yang tampaknya memang telah disusun rapi interiornya. Di dalamnya hanya ada satu buah meja panjang dengan kotak tisu dan kotak alat makan. 

Ammar langsung duduk di lantai, karena beberapa tempat di kaffe itu juga ada yang konsepnya lesehan. Sembari membuka ponselnya ia pun memeriksa barangkali ada pembaruan pesan di grup WA miliknya. 


*****

Bojur : "Mar, lu udah sampai di lokasi?"

Ammar : "Udah nih, lu pada ada dimana??"

Kawir : "Gue bentar lagi otw Mar, jagain tempat gue ya 😀"

Jarwo : "Kan cuma kita berempat Wir, takut amat tempat lo gue serobot wkwkwk"

*****


Begitulah suasana grup WA mereka yang isinya memang hanya berempat, walau beberapa tahun lalu hanya sepi yang mengisi namun saat ini mata Ammar berkaca-kaca sembari melihat kebersamaan dan pertemuan yang akan datang sebentar lagi.

Jika dipikir-pikir mungkin hanya dirinyalah yang paling miskin di antara mereka, bukan bermaksud merendahkan namun Ammar sendiri masihlah seorang pengangguran walau beberapa waktu ia juga melakukan pekerjaan lepas secara virtual di rumahnya.

Namun jika dibandingkan dengan tiga temannya itu memang ialah yang bisa dikatakan belum sukses. Kawir seorang pegawai BUMN, Jarwo pemilik rumah makan dengan tiga belas cabang dan Bojur jangan ditanya lagi, ia memang lahir di keluarga berada walau pekerjaan Bojur masih belum ia ketahui namun tidaklah sulit menerka-nerka apa saja pekerjaan yang bisa didapatkannya.

Tidak lama setelah Ammar menunggu, seseorang masuk dan mengucapkan salam. Mereka berdua bersalaman dan duduk sebelahan, ia adalah Kawir.


"Udah lama Mar?"

"Nggak sih, lu dari mana Wir?" 

"Biasa, baru pulang dari kerjaan. Lu apa kabar sekarang?"

"Baek aja sih gue, yaah ... biasalah masih kerja serabutan aja,"

"Ah elah, jangan gitulah. Kerjaan lo keren kok itu, apalagi biasa dapet klien luar negeri, kan pakai bahasa inggris tu. Gue mah kagak ngerti haha,"


Begitulah sekilas bincang-bincang Ammar dan temannya itu yang kembali menguak tirai nostalgia di antara mereka. Entah apa jadinya jika dua teman lainnya hadir nanti. 

Benar saja, tidak sampai lima menit dua kawannya datang dan mereka bercengkrama dengan asiknya tanpa adanya rasa canggung yang berarti. Yang membuat Ammar semakin nyaman adalah tiga temannya ini sama sekali tidak menyinggung soal pencapaian mereka dan ngobrol layaknya saat mereka masih masa-masa sekolah.


Allahu Akbar ... Allahu Akbar.


Azan maghrib telah berkumandang, seketika membuat Ammar, Kawir, Jarwo dan Bojur mengecilkan suara dan mulai mengambil air serta beberapa kurma di hadapan mereka. Seakan-akan menjadi empat orang yang berbeda dari saat mereka ngobrol tadi.


"Silakan kepada Ustadz Ammar untuk memimpin doa buka puasa." Ujar Jarwo dengan tangan seolah-olah menengadah pada seorang raja sambil tersenyum. 

"Ah, bisa aja lu Wo. Lu aja ngapa?" jawab Ammar malu-malu.


Walau dalam karir duniawi Ammar terlihat paling bawah, tapi urusan agama ia selalu terdepan diantara mereka berempat. Sejak kecil bahkan Ammar telah menempuh kerasnya puasa Ramadan sebulan penuh di saat Kawir, Jarwo dan Bojur masih puasa setengah hari atau bahkan bolong sekian pekan. 


"Lu kayak nggak tau Jarwo aja Mar, dia mah taunya cuma doa makan sama tidur doang haha," Bojur menimpali.

"Udah, langsung aja pimpin doanya Ustadz Ammar, udah laper nih." kata Kawir sambil memegangi perutnya.

"Pikiran lu dari dulu emang makan mulu dah. Liat nih gue bisa kurus hasil ngegym tiap hari," ujar Bojur.


Setelah tertawa sebentar akhirnya Ammar memimpin doa buka puasa dengan khidmat, di dalam hatinya tersemat doa suci agar ketiga temannya itu selalu diberikan kesehatan dan kesejahteraan baik di dunia mau pun akhirat. Ammar tak bisa berbohong bahwa ia memang merindukan pertemuan ini walau hanya sebentar sebelum mereka akan kembali pada kesibukannya masing-masing.


Segera setelah meneguk air dan menyantap dua hingga tiga kurma, Ammar memimpin salat dengan tiga temannya itu menjadi makmum. Tak henti-hentinya ia bersyukur dalam hatinya diberikan teman-teman yang masih dekat pada sang pencipta, suasana salat mereka pun sangat khusyuk dengan lantunan ayat suci Al-Qur'an yang Ammar baca di dua rakaat salat.


"Alhamdulillah, akhirnya selesai juga puasa kita hari ini," kata Jarwo saat kembali duduk di tempat lesehan.

"Iya ya, untung kita semua bisa ketemuan tanpa terkendala. Secara kan kalian pada sibuk sama kerjaan," jawab Ammar dengan wajah berseri-seri. 


Mereka berempat memakan hidangan yang telah dipesan sebelumnya dengan lahap. Hidangan yang lengkap dengan buah dan makanan penutup. Sangat nikmat sebagai makanan setelah berbuka puasa.


"Udah malem nih, gue izin cabut ya. Mau istirahat, besok masih lanjut kerjaan," ucap Kawir. 

"Ini siapa yang bayar?" Ammar baru teringat untuk membayar karena asiknya mengobrol barusan.

"Udah lu bertiga langsung pulang aja, semua gue yang traktir," jawab Bojur.


Mereka bertiga pulang dengan senang hati, selain bisa kembali bertemu teman lama, mereka baru saja selesai menikmati hidangan yang bisa dibilang cukup mahal untuk hanya berbuka puasa. 


***


"Mas, tolong ini dibersikan ya," ucap Bojur pada pelayan yang baru saja selesai mengantarkan pesanan pelanggan.

"Siap Bos Bojur." Dengan cekatan pelayan itu mematuhi perintah sang pemilik kaffe tersebut.