Gambar : ©KidErebus (Pixel Art Telegram Channel)


Seorang wanita muda sedang berdiri menatap tirai di hadapannya, ia terdiam beberapa saat seakan mengharapkan sesuatu terjadi sebentar lagi. Kibasan tirai itu mulai melambai-lambai tertiup angin dari luar sisi jendela. 

"Anda sudah siap Nona?" seorang perempuan dengan setelan jas hitam bersama beberapa orang lainnya sedang menunggu wanita itu, bagaikan menyaksikan pertandingan sepak bola yang menegangkan. 

"Saya siap, silakan dimulai ...." jawab wanita itu sedikit menunduk. 

Tirai yang menutupi jendela di hadapan mereka mulai ditarik perlahan dari dua arah oleh dua orang lelaki, perlahan namun pasti sinar matahari mulai menyibak wajah wanita yang saat ini sedang harap-harap cemas akan apa yang akan terjadi. 

Beberapa orang di sana sama tegangnya menunggu sesuatu, namun sang wanita terlihat lebih tenang sambil memejamkan matanya. Di saat tirai itu telah dibuka sepenuhnya, yang tampak hanya cahaya putih bersinar terang, lebih terang dan menyilaukan dari matahari pagi. 

Ada apa kau kesini? 

Sebuah kalimat baru saja muncul di hadapan mereka, 'kalimat anugerah' itu kata mereka. Tirai yang telah mengubah hidup unat manusia ini ditemukan satu dekade lalu. Meramal masa depan, melihat ke masa lalu, hingga menjadi solusi sebagian besar orang di kota itu. 

"Aku ingin tahu, siapa yang telah membunuh tunanganku," wanita itu menjawab pertanyaan di depannya. 

Tunanganmu 
.
Dibunuh
.
Kakakmu
.
Sendiri 

Kata-kata itu muncul satu persatu, seperti terbata-bata. Membuat ketegangan di ruangan itu semakin membuncah, beberapa diantara mereka mengepalkan tangan seakan tak percaya, sebagian lagi mulai menangis sembari menutup mulut. Tak terkecuali wanita yang sedari tadi berdiri di tengah menghadap tirai, air mata mulai menggenangi pelupuk matanya namun ia tetap menahannya, urusannya belum selesai dengan tirai itu.

"Kalau begitu, di mana dia?" tanya wanita itu kembali. 

Dia ada
Di
Sebuah tempat
.
Jauh dari sini 
.
Kota Cornela
.
Rumah dengan hiasan
.
Mawar merah

Cahaya dari tirai itu kini mulai nyala redup, bagai bohlam yang listriknya tidak stabil. Namun wanita tadi masih belum puas dengan jawaban sang tirai. 

"Bisa tolong jelaskan lebih--"
"Maaf Nona waktu anda habis, mari lewat sini." perempuan tadi dengan sigap membawa wanita itu agar meninggalkan posisinya. 

"Tunggu, aku masih belum selesai." wanita itu berusaha menolak, tapi apa daya. Peraturan tetaplah peraturan dan waktu dirinya telah habis.

"Selanjutnya," ucap seseorang di meja resepsionis. Di luar ruangan tadi sudah banyak orang yang mengantri. Mereka sama seperti wanita tadi, menginginkan jawaban dan solusi dari anugerah di balik tirai itu. 

Tirai kata, itu sebutan banyak orang sejak benda ini ditemukan. Entah apa itu makhluk, fenomena alam, alien atau bahkan malaikat utusan tuhan. Yang jelas tirai dengan cahaya putih menyilaukan ini menjadi sesuatu yang sakral dan begitu penting di negeri ini. 

Awal kemunculannya terjadi di sebuah jendela kamar gedung apartemen seorang pegawai kantoran muda. Ketika ia banyak masalah dan mulai stress dengan pekerjaannya, saat itulah ia melihat sesuatu di balik tirai kamarnya, seperti sebuah kata namun samar. Begitu dibuka, awalnya ia tak percaya dan mengira dirinya masih mabuk karena alkohol.

Keluar dari pekerjaan itu
.
Kau harus bekerja di perusahaan impianmu
.
Lamarlah kesana
.
Penuhi
.
Takdirmu

Ia masih tidak paham maksud dari kata-kata itu, bayangkan saja saat sedang banyak masalah dan stress yang hampir membuat gila, ia malah mendapati kata-kata di balik tirai tanpa tahu apa sebenarnya itu. Namun tidak ada pilihan lain, ia putus asa dan tetap menuruti perintah tirai kamarnya.

Sebulan kemudian setelah ia mengajukan lamaran dan diterima oleh perusahaan impiannya pemuda itu langsung dipromosikan di posisi yang lebih tinggi, seorang manager. Karena senangnya ia langsung kembali ke rumah dan segera membuka tirai kamarnya untuk berterima kasih. 

Selamat atas kenaikan jabatannya
.
Teruslah bahagia

Sejak saat itu, pemuda itu memberi tahu keluarga, teman dekat hingga beberapa orang penting baginya tentang tirai ajaib ini, mereka pun merasa sangat terbantu. Entah apa itu, mereka tak peduli yang terpenting semua masalah mereka mendapat solusi. 

"Aku ingin tahu, apa ia mencintaiku?"
"Apa bisnis yang menguntungkan lima tahun kedepan?"
"Dalam hidupku, aku akan punya berapa anak?"
"Apa membunuhnya adalah keputusan terbaik?"

Sampai suatu ketika, tirai yang sudah puluhan tahun menjadi anugerah dan keajaiban ini menunjukkan tanda-tanda perubahan, sebuah degradasi. Seakan-akan ikut menua bersama dunia, kini tirai itu terbata-bata saat menjawab ribuan orang yang datang setiap harinya. Semakin lama digunakan, cahayanya mulai redup tak lagi seterang dulu. 

Pemuda yang memiliki tempat tirai itu kini menutup jasanya. Tak lagi disewakan, walau banyak dari pelanggan tirai itu yang mau membayar mahal asal bisa bertemu tirai itu tapi ia tidak peduli. Ia tak ingin tirai ini kesulitan.

Pada suatu malam, pemuda itu kembali membuka tirai. Cahaya redup menyambut wajahnya membuatnya meneteskan air matanya. 

"Selama ini, kau telah membantuku. Kami, kita semua. Dari aku lajang, hingga punya keluarga kecil. Tapi kini, mungkin kau sudah lelah, apa itu benar wahai tirai ajaib?"

Aku senang
.
Bisa membantu umat
.
Manusia 

Percakapan itu begitu hangat, hanya berdua. Ia dan tirai itu, sebuah kehangatan yang dirindukan. "Apa kau akan meninggalkanku? Kami semua?"

Cahaya seperti diriku
.
Tak akan padam
.
Ia hanya akan pergi
.
Menghilang
.
Lalu kembali

"Kembali? Maksudmu?"

Kelak 
.
Kau akan
.
Mengerti
.
Sampai saat itu
.
Tiba

Bagaikan seorang lansia yang akan mengucapkan sebuah wasiat pada keluarganya tirai itu terus melanjutkan perkataannya walau selalu terpotong dan agak lama.

Kuharap, kalian semua
.
Berbahagia
.
Selamat Tinggal

Cahaya itu kini padam total, hanya menyisakan pemandangan seberang apartemen. Tiada lagi kata-kata yang menjawab semua masalah dan keinginan. Kini ia telah pergi dengan sebuah pesan, yang tak dimengerti oleh sahabatnya.


[10 Tahun kemudian]


"Rita, ayo turun ... nanti terlambat ke sekolah." Seorang dengan kemeja tengah menyiapkan sepatu kerjanya. 

"Sayang, jangan lupa bekalmu." sang istri menyodorkan kotak bekal berisi makanan kesukaan suaminya agar giat bekerja.

"Thank you sayang, pasti kuhabiskan,"

Rita sejak tadi sebenarnya telah siap untuk turun, namun ada hal yang membuatnya terus menunda dirinya untuk pergi ke sekolah. Saat ini ia sedang berpikir tentang sesuatu, cukup tersirat dari wajahnya bahwa itu hak yang cukup penting.

"Apa hari ini aku bisa dapat nilai 100 dalam ujian?"

Tentu saja bisa
.
Lakukan semua yang kusampaikan
.
Kemarin

Rita tersenyum dan segera menutup laci belajarnya, "Baik ayah, aku siap."