Gambar : ©Franrekkk (Pixel art Channel Telegram)


Aku adalah seorang anak yang beruntung, mengapa? Karena tidak ada seorang anak di dunia ini pada masaku yang diperlakukan begitu baiknya, segala keinginanku dipenuhi. Entah dari orang tuaku, teman-temanku bahkan orang lain yang baru mengenalku sekalipun.

Sebelumnya, biar kuceritakan pada kalian bagaimana semua ini bisa terjadi. Aku lahir sebagai seorang anak yatim, ayahku yang seorang tentara gugur di medan perang. Akhirnya aku hanya tinggal bersama ibu di rumah. Walau tanpa ayah, ibu selalu menyayangiku dan melindungiku setiap waktu. Pastinya berat ditinggal mati suami tercintanya, untungnya kami mendapatkan tunjangan setiap bulan dari pemerintah atas jasa ayah yang telah lama mengabdi pada negara, hal ini membuat kebutuhan hidup kami sehari-hari terasa cukup.

Saat aku mulai masuk sekolah dasar, aku memiliki cukup banyak teman dan cukup disenangi oleh guru pula, walau begitu beberapa anak kerap merundungku, beberapa kali kulaporkan mereka pada guru. Beberapa minggu berhenti namun nanti mereka kembali pada kebiasaan mereka, aku sangat kesal. Bukan karena dirundung tapi karena anak-anak nakal itu kerap mengejek setiap guru yang mengajar mereka di kelas, adab dan akhlak mereka tidak terpuji.

Ketika aku duduk di kelas empat sekolah dasar, perang kembali terjadi di negara kami. Terpaksa sekolah diliburkan, kali ini perang berkecamuk lebih dahsyat dari sebelumnya, pasukan musuh kerap menyerang pemukiman warga dan masyarakat sipil. Rumahku tidak luput dari serangan itu, saat kami bersiap mengungsi, ibuku terkena bom yang dilemparkan tentara musuh. Saat itu aku selamat karena sedang berlari membantu tetangga yang kesulitan di luar dan ibu bersiap-siap membawa barang.

Rasa kehilangan yang amat sangat menghantui diriku entah kemana kaki ini melangkah aku hanya mengikutinya saja, sampai saat di mana aku mulai putus asa dan hidup tanpa tujuan. Anak seusiaku masih memiliki orang tua yang merawat mereka namun kini aku sebatang kara. Pada saat aku berjalan-jalan menyusuri hutan untuk mencari kayu bakar, di sebuah pohon tua yang berlubang di bagian bawah batangnya aku melihat sesuatu yang berkilauan dan menyilaukan pandanganku.

“Apa itu?” ujarku seraya mendekati pohon tempat benda itu berada.

Ternyata itu adalah sebuah telur berwarna emas berkilauan dan amat indah dipandang mata. Tanpa disadari tanganku mencoba meraihnya sebelum suara misterius entah dari mana membuyarkan pandanganku dari telur emas itu.

 “Wahai anak muda, siapakah engkau?” suaranya terasa berat dan seperti berasal dari pohon yang ada di hadapanku. “Apa kau bermaksud mengambil telur emas ini?”

Beberapa saat aku tak dapat berkata-kata, bagaimana tidak? Sebuah pohon besar baru saja berbicara padaku dan di bagian bawahnya terdapat telur emas yang indah. Setelah tenang baru aku mulai menjawab pertanyaan sang pohon.

“N … namaku Yandi, aku tadi bermaksud mencari kayu bakar. Tapi kulihat ada sebuah benda yang berkilauan dari arah sini dan rupanya sebuah telur emas yang sangat indah,”

“Ya, telur itu memang hanya ada satu di dunia ini. Selama ratusan tahun tidak ada yang bisa tahan dengan dampaknya setelah memakannya,” kata sang pohon.

“Jadi maksudmu? Aku bukanlah orang pertama yang menemukan telur ini? Memangnya siapa saja dan apa saja dampaknya?”

“Tenang Nak, jangan mencecarku dengan banyak pertanyaanmu itu. Mula-mula aku ucapkan selamat atasmu karena berkesempatan untuk bertemu dengan telur yang telah kujaga berabad-abad ini. Biasanya orang-orang yang mencari telur emasku adalah mereka yang punya keinginan besar dan ingin jadi terkenal di dunia ini, tapi kau secara tidak sengaja menemukanku, mungkin ini yang kita sebut dengan keberuntungan.” sang pohon memuji. “Namun untuk pertanyaanmu itu aku hanya bisa menjawab satu saja, jadi bagaimana? Apa kau setuju?”

Aku belum bisa memutuskan, cukup heran juga kenapa pertanyaan sangat dibatasi untuk ditanyakan? Apa pohon tua ini mencoba menipu anak muda sepertiku?

“Hmm … baiklah kalau begitu siapa saja yang pernah memakan telur emasmu ini?”

“Mereka adalah para raja, dokter, tentara dan orang-orang terpandang yang ada di dunia ini, aku yakin kau pasti mengenal beberapa dari mereka Nak,” kata sang pohon. “Mereka pernah mencari dan memakan telur emasku ini dan dengan cepat karirnya melesat dengan gemilang hahaha ….”

“Kalau begitu, bagaimana dampak—“

 “Sshhh … sudah kukatakan bahwa hanya ada satu pertanyaan kan?” sela sang pohon. “Jadi, bagaimana? Kau memakannya atau tidak?”

Aku sudah tak peduli lagi, hidupku saat ini pun terasa hampa tanpa Ibu dan tak ada lagi tujuan hidup. Mungkin mencoba peruntungan dari telur emas ini tidak ada salahnya, jika aku harus mati pun setidaknya aku telah mendapatkan sesuatu.

“Baiklah, aku ingin memakannya.” Ucapku sambal mengulurkan tangan.

Kemudian akar dari pohon itu menjulur dan dan membawa telur itu kehadapanku, saat kupegang rupanya tekstur kulitnya sangat lembut dan halus, warna emasnya sungguh cantik dan berkilauan.

“Silakan dinikmati, langsung sekali telan ya,” kata sang pohon.

Setelah itu aku segera memakannya dan menelan telur emas itu. Beberapa saat masih belum ada perubahan dan perasaan apa pun yang terjadi dalam diriku. “Apa-apaan ini? Tidak terjadi apa pun,”

“Pergilah ke tempatmu dan lihat apa yang terjadi,” setelah sang pohon berkata demikian ia tak lagi bersuara layaknya pohon pada umumnya.

Awalnya aku hanya seperti merasa delusi dan bermimpi saja tadi, sampai ketika aku berjalan menyusuri kota. Orang-orang menatapku dengan kagum dan bagaikan terpesona denganku. Setiap dari mereka menyapaku dengan baik dan santun. Karena lapar aku pun pergi ke sebuah took buah, dengan uangku saat ini tentunya tidak sanggup membeli makanan lain.

“Silakan Tuan, ambil semua yang anda inginkan,” ucap penjaga toko itu memersilakan.

“Maaf, aku tak punya uang sebanyak itu,”

“Tidak perlu bayar Tuan, semua ini khusus untuk anda,”

Alangkah terkejutnya aku mendengar hal ini, belum pernah seumur hidupku aku diperlakukan begitu, bagaikan raja yang bisa mendapatkan semua yang kuinginkan. Begitulah hari-hari berlalu, semuanya sangat baik padaku dan segala yang kuinginkan bisa kumiliki hanya dengan meminta pada mereka. Memang tepat kata ‘anak emas’ dinobatkan padaku.

Setelah bertahun-tahun berlalu dan hidup mewah karena telur emas yang kumakan, suatu hari aku merasa aneh dengan tubuhku, seperti demam dan meriang di seluruh tubuh. Ketika dokter memeriksa juga ia mengatakan tidak ada yang aneh padaku, aku semakin bingung karena ini terjadi setiap hari.

Hingga saat aku menyadari bahwa tanganku mulai berwarna seperti emas, aku panik dan mencoba menyucinya berkali-kali namun warnanya tak kunjung pudar malah setiap hari semakin menjalar diseluruh tubuhku. Yang lebih aneh adalah hanya aku yang bisa melihat keanehan pada kulitku ini sedangkan orang-orang bahkan istriku tidak melihat keanehan tersebut.

Tibalah di saat hampir semua tubuhku berubah menjadi emas, aku teringat tempat yang dahulu kusinggahi saat mencari kayu bakar, aku segera kesana untuk mencari penjelasan soal ini. Ketika sudah sampai suara pohon itu kembali terdengar dan menyapaku.

“Selamat datang kembali telur emasku,” kata sang pohon. “Sudah waktunya ya?”

“Apa maksudmu sudah waktunya? Aku ingin tahu kenapa seluruh tubuhku jadi seperti ini?”

“Maaf anak muda, peraturannya sama seperti saat kita pertama kali bertemu, aku hanya menjawab satu dari semua pertanyaanmu itu … seandainya kau bertanya soal dampaknya mungkin kau akan berpikir ribuan kali sebelum memakan telur emasku, tapi semua orang sebelum dirimu sama saja kok, berakhir dengan cara yang persis sepertimu,”

 Aku tak dapat berkata apa-apa lagi, kini warna emas itu sudah memenuhi wajahku, semakin lama akau merasa diriku semakin kecil dan berbentuk lonjong, bagaikan telur. Ya mungkin aku kini sudah menjadi telur emas yang dahulu aku makan.