Gambar : OnceYouGoWalrus (Telegram Channel)

Aku seorang pecinta animasi jepang atau yang biasa dikenal dengan sebutan Anime. Ya, beberapa serial dan film dari anime-anime terkenal sudah kutonton walau tidak semuanya. Aku suka cerita, bahasa hingga animasi yang dibawakan memang asik dan memanjakan mata. 

Beberapa anime yang kusuka antara lain Sword Art Online, Code Geass, Kimetsu no Yaiba, Jujutsu Kaisen dan masih banyak lagi. Memang terkadang pandangan orang-orang tentang kami itu cukup buruk apalagi dikalangan orang tua, mereka menganggap hal seperti anime ini adalah tontonan anak kecil.

Padahal mereka hanya tidak tahu saja bahwa ada banyak anime yang tidak diperuntukkan untuk anak dibawah umur baik dari cerita maupun animasinya. Yah, walau begitu itu tidak menyurutkan hobiku ini dalam menikmati anime-anime bagus setiap tahunnya. 

Tapi ada hal yang cukup menggangguku sebenarnya, itu datang dari temanku yang menyukai anime juga. Tidak sepertiku yang menikmati anime hanya sekadar hiburan dan mengisi waktu luang, dia menganggap dan menjadikan anime sebagai pedoman hidupnya. Gila, ya itulah sebutanku untuk orang sepertinya. 

Bagaimana tidak? Setiap di kelas, kantin dan tempat lainnya ia selalu mengoceh dengan bahasa campuran Indonesia dan Jepang ala-ala anime yang baru saja ditontonnya, memang norak. 

"Watashi nggak tau kalau ada PR hari ini,"
"Ck, nanta koitsu?"
"Ara ara,"
"Konichiwa teman-teman,"

Dan masih banyak lagi bahasa serta tingkah temanku di kelas itu. Maklum ia baru kenal dan suka anime sejak setahun lalu keperkenalkan, sejak itu dia semakin suka dan marathon nonton anime seharian selama libur semester. Dari pagi sampai malam bisa habis tiga judul serial anime katanya.

Belum lagi kelakuannya di media sosial yang meresahkan banyak orang, sampai memaki mereka yang tidak suka animenya. Bahkan temanku itu punya waifu atau istri 2D yang ia sukai dari anime favoritnya. Yang lebih parah, beberapa anime yang dijadikan pedoman hidup dan katanya mengubah dirinya itu setelah nonton anime Tokyo Ghoul dan Classroom Elite.

Setelah menonton Tokyo Ghoul, dia berasumsi bahwa dirinya itu psikopat. 

"Eh, guys tau nggak?" tanya temanku saat kami sedang berkumpul.
"Apaan?"
"Kayaknya watashi ini punya jiwa psikopat gitu deh." sambil berlagak sok keren.
"Ha? Psikopat ... orang kayak kamu jadi psikopat gitu?" aku bertanya sambil mengernyitkan dahi.
"Iya, kayaknya aku biasa ngelihat darah gitu, keren deh. Mungkin nanti rambutku jadi putih dan--"
"Stop! Wibu banget kamu itu, hufft." sela salah seorang dari kami agar teman wibuku itu berhenti bicara ngawur. 

Selain anime Tokyo Ghoul yang memang punya cerita psikopat yang gelap dan sadis animasinya, ada salah satu anime yang ia sukai dan sangat relevan bagi anak sekolahan, yaitu Classroom Elite. 

Saat itu adalah pembagian hasil ulangan tengah semester di kelas kami, semua siswa maju kedepan untuk mengambil kertas hasil ulangan, seperti biasa ia maju setelah aku yang duduk di sebelahnya, nilaiku 85. 

"Ck ... soka?" ucapnya dengan nada meremehkan.
"Ha? Kamu kenapa deh?" tanyaku yang masih bingung, bukan karena tidak tahu arti bahasa jepang.
"Lihat nanti nilai Watashi ya ...." ujarnya yang segera bangkit saat namanya dipanggil oleh Bu Guru.

Kulihat ia menerima lembar hasil ulangannya itu dengan senyum sumringah dan bangga dan berjalan ke arah tempat duduk sambil membusungkan dada. Tapi yang mengherankan adalah Bu Guru yang baru saja memberikan kertas itu malah terlihat menggelengkan kepala seakan kecewa akan sesuatu. 

Aku yang tidak sabar ingin tahu hasilnya pun menunggunya hingga duduk. "Coba lihat hasil ulanganmu." kataku sambil mengulurkan tangan. Dia tidak menolak saat aku meraih kertasnya, dan setelah kulihat ternyata nilainya jauh dibawahku, hanya 25. 

"Apaan nih? Rendah begini?" 
"Begitulah, manusia hanyalah alat Bro ...." ucapnya santai.

Lagi-lagi ia merasa keren karena bisa meniru Ayanokoji dari anime yang baru saja ia tonton dan bangga dengan nilai rendahnya. Memang wibu alay.

Menurutku jika kita suka dan hobi akan sesuatu itu boleh saja selama dalam batas wajar dan tidak menggangu orang-orang di sekitar. Bagaimanapun kehidupan nyata beda dengan dunia yang dihadirkan oleh anime kesayangan kita, itu hanya sekadar hiburan dan tidak perlu terlalu diseriusi. 

Semoga mereka sadar dan tidak lagi lebay dalam menyukai sesuatu, seperti temanku ini.