Malam itu aku duduk di sudut ruangan sambil melihat rembulan dan bintang yang berbinar-binar, air mataku menetes membasahi pipiku. Aku bertanya pada ibu, kenapa bapak sangat yakin menjodohkanku dengan mas Arif. Ibu menjawab kalau ia memang cocok untukku. Kata ibu ia adalah laki-laki yang bertanggung jawab, selama ini ialah yang mengantar bapak berobat.

Meskipun pada dasarnya mas Arif hanyalah seorang petani. Ibu juga menjelaskan padaku setelah menikah nanti mas Arif tidak akan melarang aku kuliah. Bahkan ia akan mendukungku. Setelah mendengar penejelasan dari ibu, hatiku menjadi lega dan siap menerima mas Arif.

“Nak, akadmu akan dilaksanakan lusa,” kata ibu padaku.

“Apa? lusa buk?,  apa tidak terburu-buru.”

“Itu permintaan bapakmu nak.”

 

***

Pernikahanku pun berlangsung, aku yang saat itu sudah sah menjadi istri dari ma Arif. Acara akad yang sederhana dan dihadiri hanya beberapa tetangga dan keluarga mempelai saja. Aku yang saat itu harus jauh- jauh membuang perasaanku untuk kak Teddy, karena aku sudah menjadi istri orang lain. Malam itu setealh akad paginya, aku dan mas Arif duduk berdua di raung tamu, kita memulai perbincangan- perbincangan kecil, dan juga berbgai pertanyaan yang sudahku susun untuk mas Arif.

 

“Mas,” sapaku agak canggung.

“Iya Dek?” sahut mas Arif.

“Mengapa mas mau menikah denganku?”

“Karena mas sudah mengagumi sejak lama, dan mas juga yakin kalau kamu bakalan jadi pendamping terbaik dalam hidup mas.” Menatapku dengan penuh cinta.

Setelah banyak yang kita bincangkan malam itu, aku menjadi semakin yakin kalau bapak tidak salah menjodohkanku dengan mas Arif. Ia begitu sopan, kalem, tidak mudah marah, bahkan sangat mencintaiku, aku saja yang selama ini salah karena telah berharap pada orang yang belum tentu ada perasaan baik untukku. Keesokan harinya mas Arif megajakku ke sebuah rumah besar, dimana aku tidak tau rumah itu milik siapa. Di sana aku di sambut dengan ramah, aku menjadi bingung mengapa orang-orang di sana menyambutku.

Bahkan aku terkejut lagi saat mas Arif memakai jas seperti orang kantoran. Ternyata rumah besar itu adalah milik mas Arif. Mas Arif yang selama ini menyembunyikan identitasnya sebagai orang kaya dan pengusaha sukses.

“Dek, gimana kamu suka dengan rumahnya?” tanya mas Arif.

“Aku sangat menyukainya mas, tapi kenapa mas harus berbohong kalau mas hanya seorang buruh tani.”

‘Ceritanya panjang, sekarang masuk dulu, ibu dan ayahku sudah menunggu di dalam,” menuntunku masuk ke dalam rumah.

Selama ini mas Arif menyembunyikan identitasnya karena ingin benar benar mencari wanita yang tulus menerima dia apa adanya, bukan karena harta yang dimilkinya. Wanita yang benar-benar mandiri dan menyangi keluarganya. Dan wanita yang dipilih mas Arif adalah aku yang selama ini tidak menyangka akan mendapat jodoh sepertinya. Hanya karena patuh pada perintah orang tua dan selalu berjuang keras dalam menjalai hidup.

Akhirnya semenjak pernikahanku dengan mas Arif kehidupanku berubah. Yayasan selama ini yang ku impikan telah berhasil aku wujudkan. Perlahan demi perlahan pendidikan di desaku semakin maju. Melihat itu semua aku seperti mimpi, tapi Allah memang adil, siapa yang bersungguh-sungguh dalam usahanya ia akan berhasil.

Dan pada akhrinya aku hidup bahagia dengan mas Arif tanpa kekurangan apapun.