![]() |
Gambar : @ImaginaryMon (Telegram Channel) |
Setiap malam aku selalu berada di
sini, melihat cahaya-cahaya yang naik membumbung tinggi dari bawah sana. Jika aku
tidak salah, namanya Bumi. Yah, tempat yang cukup padat penghuninya, aku selalu
suka melihat cara hidup mereka dari atas sini, dengan teleskop raksasa yang
super canggih dan keren.
Aku tinggal di planet yang berada
tepat di atas planet Bumi itu, ras kami biasa disebut alien. Tapi jangan membayangkan
wajah dan tubuh kami seperti yang tergambar dalam film-film ya. Seluruh anggota
tubuh hingga ke otak kami tidak terlalu berbeda dengan manusia pada umumnya
hanya saja mata dan telinga kami agak lebih besar. Selebihnya sama, juga kalau kalian
mengira kami berdarah dingin itu juga salah karena kami juga punya hati apalagi
perasaan. Tidak jarang kami menangis, tertawa, marah bahkan bosan terhadap hal-hal
yang ada di dunia ini, maksudnya planet yang kini kutinggali.
Namanya Vulcan, planet yang tidak
terlalu berada jauh dari Bumi ini memang menyimpan banyak rahasia bagi mereka
manusia. Beberapa kali pesawat luar angkasa tanpa awak kerap diterjunkan untuk
meneliti planet kami, tapi sepertinya hanya sia-sia saja. Ketika sudah hampir
masuk ke planet, selalu mesin pesawat itu mengalami panas hingga mati begitu
saja. Alhasil bangkai-bangkai besi luar angkasa itu menjadi sampah antariksa
yang memenuhi cakrawala ruang angkasa. Walau begitu, kami bisa memanfaatkan
benda-benda itu untuk bermain. Petak umpet kalau tidak salah, ya ini permainan
orang-orang bumi yang mengasyikkan. Kami bersembunyi, sementara salah seorang
dari kami mencari hingga ketemu semuanya.
Selain permainan, banyak hal lain
yang bisa kami tiru dari manusia Bumi, seperti makanan, gaya hidup, kisah
cinta, dan masih banyak lagi. Walau ada beberapa hal yang perlu kami saring
karena tidak semua bisa cocok diterapkan di planet ini. Seperti berenang, air
di sana sangat jernih dan tampaknya menyegarkan. Berbeda dengan air di sini,
sangat beracun dan tidak ada makhluk hidup yang bisa tahan di dalamnya. Kami tidak
patah akal, dengan teknologi yang canggih kami bisa merubah tubuh menjadi
seperti manusia normal, terkadang dengan kapal ruang angkasa kami turun ke bumi
dan menyamar seakan penduduk di sana, merasakan berenang dan mencoba berinteraksi
dengan mereka, mereka cukup pintar dalam hal melayani tamu, kami biasa dijamu dengan
makanan yang lezat.
Seperti di planet kami juga,
beberapa dari mereka ramah dan bersahabat. Tetapi ada juga sebagian dari mereka
yang memiliki niat jahat dan terkadang brutal seenaknya memerintah orang lain. Yang
paling kubenci tentu saja kemunafikan atau kiasan di planet mereka itu namanya ‘Muka
Dua’. Yah, aku tidak suka itu, menjijikkan dan tidak bermoral. Pernah suatu
waktu saat mengunjungi bumi aku mengejar seorang pencuri di jalanan, dengan
kecepatan alamiah ras kami tentunya tidak sulit mengejar pencuri itu, karena
atlet lari tercepat di Bumi pun tidak bisa menandingi kecepatan kaki spesial kami.
Walau semua tentang Bumi sangat
unik untuk kubahas, tapi ada yang paling kusukai ketika melihat bumi dari
planet tempatku berpijak ini. Yaitu lampion mimpi, yah ratusan cahaya yang naik
dari bumi itu terlihat sangat indah, aku dan teman-temanku biasa menangkapi
semua lampion itu satu persatu yang terkadang menyangkut di antara rongsokan
besi luar angkasa. Setiap lampion itu terselip sebuah gulungan kertas, isinya
tentu saja permohonan mereka. Ada yang minta uang banyak, mobil mewah, urusan
percintaan, dan masih banyak lagi.
Aku biasa juga tertawa
membacanya, permohonan mereka semua cenderung sama, kebahagiaan. Menolak kemalangan
ataupun kesedihan yang cepat atau lambat pasti akan menghampirinya, padahal
jika kulihat sendiri terkadang kesedihan dan nasib buruk itu datang juga karena
ulah mereka sendiri. Aku juga pernah menerbangkan lampion-lampion itu, keramaian
yang ada membuatku tenang, bercengkrama dengan asik, menghidupkan api didalamnya
agar lampion itu terbang ke angkasa. Sungguh menyenangkan, walau begitu kami
juga terkadang membalas lampion-lampion yang naik itu dengan menembakkan
beberapa batu yang biasa mereka sebut asteroid itu ke Bumi. Tidak besar kok
mungkin sekepalan tangan saja ukurannya.
Dari sanalah muncul ungkapan lain di Bumi, batu-batu itu dianggap sebagai bintang jatuh yang kemudian dimanfaatkan mereka untuk mengajukan permohonan lain atau malah permohonan yang sama, aku yang melihat semua peristiwa ini hanya bisa tertawa geli, ternyata manusia itu sangat unik ya.
15 Komentar
Benar-benar cerita yang unik bagi saya. Menceritakan lampion dan harapan manusia dari sudut pandang yang berbeda.
BalasHapusAlhamdulillah Kak, Terima Kasih sudah membaca.
HapusSemoga bisa terus berkarya.
kebayang seberapa gedenya mahluk di planet vulcan, asteroid baginya saja sebesar batu..tapi menariknya dia ternyata punya hati dan perasaan juga loh seperti manusia hehehe
BalasHapuscerita yang bagus :)
Untung alien itu nggak menginvasi Bumi ya Kak hehehe
HapusSemangat Terus
BalasHapusCeritanya unik.. Suka sama penggambaran alien yang gede bat. Asteroid yang bisa dinausarus punah dulu aja cuma sekepalan tangan. Wkwkwk..alien pun ada yang baik dan jahat.
BalasHapusTerima Kasih Bang, semoga menghibur yah, hehe.
HapusBenar-benar cerita yang unik. Bang Teddy bisa banget meramu alurnya
BalasHapusAlhamdulillah Terima Kasih Bang Yonal. Semoga bermanfaat.
Hapusalur yang pas sistematik dalam menulis,, membuat ceritanya jadi menarik, ndak dijadikan buku saja mas?
BalasHapusMungkin belum nih Bang, semoga suatu hari akan kesampaian ya.
HapusTerima Kasih Bang Rahmat.
Ternyata bukan manusia saja yang kerap menikmati langit malam melalui teleskop, ya. Sebaliknya, manusia pun dijadikan objek pengamatan makhluk dari planet lain.
BalasHapusIya Kak, banyak terkhayalkan begitu saat Teddy nulis CerPen ini. Jadi perspektif berbeda aja.
HapusSeru bacanya.. Keep It up yaa semoga bisa menginspirasi lewat cerita pendek kaya gini. Menarik karena ditulis dari sudut pandang yang berbeda dan nggak kepikiran juga sampe pada makna 'harapan'.
BalasHapusAlhamdulillah, Terima Kasih ya Kak. Semoga bisa terus menulis hehe.
Hapus