Gambar : @mingding0000_ (Channel Telegram)

Ethan adalah seorang pria paruh baya yang selalu mudah berinteraksi dengan teman-teman dan masyarakat sekitar, tidak heran jika ia disenangi beberapa orang disana, selain mudah bergaul Ethan juga seorang pria yang cukup tampan, tidak heran pula jika di usianya yang sudah hampir kepala empat itu banyak janda-janda kaya yang menaksir dirinya. 

Tapi entah mengapa, beberapa waktu ini ia jadi lebih sering shalat di masjid, mengikuti teman-temannya yang memang sedari dulu sudah tobat dan menempuh jalan lurus. Bukan berarti Ethan seorang yang memiliki catatan kriminal yang berat atau malah seorang buronan kelas kakap, tapi kehidupan agamanya memang bisa dikatakan kurang baik ketika itu.

Shalat hanya ketika jum'at dan hari raya saja, itu pun setelah shalat langsung melesat hilang dari masjid. Teman-temannya juga hanya bisa geleng-geleng kepala melihat sikapnya itu. Namun sudah dua pekan ini Ethan terlihat rajin sekali ke masjid, bahkan bukan hanya shalat, ia terkadang terlibat dalam beberapa kegiatan rutinan yang ada di tempat ibadah itu.

Jama'ah yang melihat fenomena itu bisa ditebak, ada yang senang dengan perubahan Ethan, ada yang cuek saja, ada pula yang pesimis atau malah benci. Begitulah sifat manusia, selalu acak dan ada saja pro kontra. 

Suatu hari ketika Ethan dan teman-temannya sedang menunggu waktu shalat isya di pelataran masjid, ada sesuatu yang tiba-tiba menggugah dirinya. Saat itu teman dekatnya didatangi oleh anaknya, seorang remaja perempuan cantik. Mungkin umurnya sekitar sembilan belas tahunan, berjilbab hitam panjang dan syar'i. 

"Pak, minta kunci rumah," ucap anak gadis itu pada ayahnya.

Ethan tertegun memandangi anak temannya itu, sudah lama ia membujang dan memang sampai saat ini belum menikah juga, ketika ditawari menikah oleh keluarga atau teman-temannya alasannya selalu 'tidak siap', 'belum waktunya', 'belum mau' dan alasan-alasan klasik lainnya. 

Setelah selesai urusan temannya tadi yang memberikan kunci rumah pada anak perempuannya, Ethan segera menanyakannya.

"Anakmu Rud?"

"Iya Than, kenapa?"

"Cantik ya, udah kelas berapa sekolahnya itu?"

"Dia udah masuk kuliah, semester dua. Kenapa sih? Nanyain anakku terus?"

"Nggak, penasaran aja." ucap Ethan santai.

Kemunculan anak temannya itu seakan menjadi motivasi baru dan bahan bakar baru untuk Ethan agar semakin memperbaiki dirinya saat ini, ia semakin gencar ke masjid, menabung, berbuat baik, bahkan ia jadi lebih akrab dengan temannya itu. 

"Ethan jadi lebih baik sikapnya denganku, ada apa ya?"

Begitu pikir sang ayah dari anak gadis yang ditaksir Ethan tadi. 

Ethan berniat baik dalam lubuk hatinya ketika menatap dan memerhatikan anak temannya itu untuk segera meminangnya, usia tidak jadi masalah pikirnya, selama dilakukan dengan niat dan cara yang benar karena Allah, rintangan apapun akan ia lewati.

Butuh waktu berbulan-bulan bagi Ethan untuk meyakinkan keluarganya terutama kedua orang tuanya tentang niat baiknya itu. Mereka khawatir tetangga akan menjadikan pernikahan Ethan sebagai bahan ghibah, karena keluarga Ethan sendiri dikenal baik dalam lingkungan tempat tinggalnya. 

"Insya Allah nggak Pak, Ethan serius dan yakin sama Minaroh," kata Ethan meyakinkan ibu dan ayahnya.

"Sudahlah Nak, masih ada yang lebih cocok. Bu Ningsih yang seorang janda kaya dan sholeha juga udah ngelamar kamu, tapi kamu tolak juga," jawab sang ibu.

"Ethan ngerasa nggak cocok Bu, masa' Ibu mau ngejodohin Ethan dengan yang bukan pilihan Ethan?"

Adu mulut tak jarang terjadi, ketika Ethan telah lelah berjuang dengan lisannya, maka doa di sepertiga malam bertindak. Setiap pukul dua pagi ia sempatkan bangun untuk shalat malan walau hanya dua rakaat, ia panjatkan doa-doa hingga tidak terasa air mata menetes menandakan permohonan yang begitu khusyuk. 

Suatu malam Ayah Ethan memergokinya sedang shalat malam hingga menangis tersedu-sedu, pada akhirnya hatinya tidak kuasa menahan gejolak sang anak yang ingin melepaskan status jomblonya. 

Masalah belum selesai, ketika restu keluarga sudah didapat maka meyakinkan keluarga sang gadis ternyata lebih sulit lagi. Namun, tentunya temannya itu tidak serta merta menolak secara kasar, apalagi mereka terkenal dekat dan saling membantu satu sama lain. 

"Saya benar-benar nggak habis pikir sama kamu Than, pengin nikahin anak saya," ujar Ayah Minaroh yang masih terkejut dengan perkataan Ethan kala itu.

"Memang apa sih dan kenapa sih kamu mau nikahin anak saya? Apa yang kamu lihat dari dia?" tanya Rudi penasaran.

"Pertama, ketika ngelihat Minaroh ... nggak tau kenapa aku ngerasa adem aja gitu Rud. Kedua dia kan anakmu, aku juga kenal kamu siapa dan bagaimana watakmu selama ini, jadi aku yakin anakmu ini anak baik-baik. Ketiga karena aku mau menyempurnakan separuh agamaku Rud," jawab Ethan dengan mantap.

Rudi meminta waktu satu bulan pada Ethan untuk memikirkan hal ini, ketika Ethan datang menyampaikan niat baik itu juga sang anak sedang tidak ada di rumah untuk menjawab. 

"Gimana Nak? Apa kamu bersedia menerima teman Bapak itu jadi suamimu?" tanya sang Ayah.

"Kalau menurut Bapak dan Ibu? Gimana mas Ethan itu orangnya?" tanya Minaroh.

"Ibu sih kurang tau ya, tapi beliau itu udah nggak kayak dulu. Udah tobatlah istilahnya, selebihnya tanya sama bapak kamu aja ya," jawab sang Ibu.

Ketika Minaroh menoleh ke ayahnya, terlihat raut wajah sang Ayah sedikit tersenyum, seakan ingin mengatakan semua baik-baik saja.

"Dulu ... saat bapak dan Ethan masih SMA, Bapak sering sekali dibantu sama dia, belajar sebelum ujian, ngerjain pr, bolos sek ... Eh, maksudnya hal-hal baik terus yang jadi kenangan Bapak dengan dia." jawab Rudi menjelaskan masa lalunya dengan teman dekatnya itu, "apalagi sekarang dia sudah lebih baik, lebih rajin ke masjid, bantu-bantu kegiatan amal, pokoknya baiklah ... tapi semua tergantung kamu Mina, kalau nggak mau bilang aja, nanti Bapak sampaikan ke dia," 

Minaroh menarik napas dalam-dalam, suasana hening beberapa lama, kedua orang tua Minaroh masih menunggu dengan sabar kata-kata apa yang akan diucapkan oleh anak semata wayangnya itu.

"Minaroh ...." ucap Minaroh terhenti beberapa saat.

Semakin tegang raut wajah ibu dan ayahnya menanti keputusan sang Anak.

"Mau ke toilet dulu yah." ucapnya sembari beranjak ke belakang.

Setelah urusannya selesai, kembali ia duduk untuk menjawab pertanyaan tadi.

"Kalau Ibu dan Ayah ridho, Minaroh mau kok," 

Jawaban Minaroh tadi langsung disambut dengan hamdalah oleh sang Ibu, namun tidak dengan Rudi ayahnya Minaroh.

"Kalau itu keputusanmu Nak, Insya Allah Bapak Ridho." ucapnya sambil mengusap kepala putri yang dia sayangi. 

Setelah kedua orang tua mempelai bertemu dan sepakat akan hak-hak dan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh Ethan diantaranya Minaroh harus tetap diperbolehkan menyelesaikan studi sarjananya disamping tugasnya menjadi istri.

Maka terjadilah pernikahan sakal itu, ikatan yang didasarkan cinta karena Allah, diridhoi oleh kedua keluarga mempelai. Walau cibiran dan sindiran halus datang dari sana-sini tidak menggoyahkan kemantapan hati Minaroh untuk tetap menerima Ethan sebagai imam dunia akhiratnya.




Dukung Saya : Saweria